REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Ekspansi proyek nuklir Inggris ke depannya diprediksi semakin meningkat. Pasalnya, perusahaan informasi dan teknologi dunia, Hitachi, resmi menandatangani pembelian tenaga nuklir Inggris untuk pembangkit listrik senilai 700 juta poundsterling.
"Caranya, Hitachi akan membangun reaktor nuklir di wilayah Wylfa, Anglesey, dan Oldbury, wilayah dekat Bristol," kata Perdana Menteri Inggris David Cameron, seperti dikutip dari BBC, Rabu (31/10). Langkah ini merupakan gebrakan besar bagi Inggris. Pasalnya, kerjasama ini untuk pertama kalinya setelah beberapa dekade.
Penjualan listrik tenaga nuklir ke Hitachi itu akan memberikan kontribusi ekonomi penting di sektor infrastruktur Inggris. Pasalnya, Inggris tengah menghadapi krisis ekonomi Eropa yang diprediksi masih terus berlangsung beberapa tahun mendatang. Proyek ini juga diperkirakan menyerap 12 ribu tenaga pekerja dalam proses konstruksi dan ribuan tenaga terampil untuk pembangunan operasional.
Cameron menilai kerjasama dengan Hitachi juga akan merangsang investasi baru dalam rantai pasokan nuklir di Inggris. Proyek awalnya diperkirakan selesai pada akhir November mendatang.
Perusahaan yang menjadi mitra Hitachi di Inggris adalah Bobcock International dan Rolls Royce. Sebelumnya, dalam investasi di sektor nuklir, Hitachi bekerjasama dengan Jerman. Namun, sejak terjadinya bencana tsunami di pusat tenaga nuklir di Prefektur Fukushima, kerjasama Jepang dan Jerman berakhir.
Sekretaris Lembaga Energi dan Perubahan Iklim Inggris, Ed Davey, menyambut baik kerjasama Hitachi dan Inggris. "Hitachi memiliki keahlian itu dan bertanggung jawab membangun reaktor nuklir paling maju di dunia. Pembangkit listrik tenaga nuklir ini harapannya membangun energi masa depan untuk Inggris," kata Davey.
Fasilitas yang akan dibangun Hitachi di Inggris kurang lebih sama dengan yang empat reaktor yang dibangunnya di Jepang. Ekspor tenaga listrik nuklir ini juga mendatangkan pendanaan signifikan untuk pembiayaan komersial di Jepang.