Rabu 31 Oct 2012 16:30 WIB

Fenomena Instan Selebriti (III)

Rep: Setyanavidita Livikacansera/ Red: M Irwan Ariefyanto
Youtube
Foto: AP
Youtube

REPUBLIKA.CO.ID,Hidup di tengah era informasi dan telekomunikasi, seperti saat ini, mau tidak mau membuat masyarakat mengalami perubahan yang cepat dan mendasar. Sekat jarak budaya yang biasanya memerlukan waktu untuk bisa diterima di Indonesia, kini bisa langsung dikonsumsi. Masyarakat Indonesia bersama dengan warga dunia dengan mudah bisa mengintip apa yang menjadi tren di belahan dunia lainnya.

Kemajuan tersebut sekaligus menyuburkan budaya pop yang tumbuh subur di Indonesia. Sosiolog Universitas Indonesia Ida Ruwaida mengungkapkan, salah satu ciri utama dari budaya pop adalah sering munculnya ketenaran instan yang dialami sejumlah nama di industri hiburan Indonesia.

Meski demikian, lanjut Ida, budaya instan yang kini marak memiliki sifat easy come easy go alias cepat datang sekaligus cepat juga menghilang. Beberapa nama yang sempat melejit, seperti Shinta-Jojo atau Norman Kamaru, memberi bukti beratnya perjuangan seseorang untuk bisa bertahan di industri yang berbudaya instan ini.

Terbukanya akses informasi saat ini, disebut Ida, tidak semata-mata hanya bisa dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk mengejar popularitas semata. Banyak gerakan sosial yang sukses karena mudahnya berjejaring di dunia maya.

Keterbukaan akses informasi yang ada dimanfaatkan untuk menggalang solidaritas. Kita masih ingat saat gerakan “save KPK” atau koin untuk Prita merupakan sedikit contohnya.

Meski, banyak pula upaya untuk mengejar popularitas dengan memanfaatkan sosial media berujung gagal karena tidak semua kreativitas atau konsep yang diusung itu diterima oleh masyarakat. “Masyarakat atau penonton dalam hal ini memiliki pengaruh besar dalam menentukan kesuksesan Shinta-Jojo, Norman Kamaru, atau Psy yang sedang heboh saat ini,” ujarnya.

Masyarakat, kata Ida, dalam hal ini memang memegang pengaruh besar dalam munculnya nama-nama baru yang bersinar terang di jagad dunia hiburan. Kalau ia disukai masyarakat, yang bersangkutan bisa jadi sangat terkenal. Tapi, kalau dianggap biasa saja, terbukanya akses informasi tidak akan banyak membantunya untuk diterima atau menjadi bahan perbincangan.

Meski selera kolektif selera masyarakat cenderung tidak bisa ditebak, menurut Ida, konsep-konsep yang orisinal atau memiliki kekhasan tertentu biasanya akan lebih diapresiasi masyarakat. “Kalau dirasa ada yang menarik, masyarakat pun biasanya tidak akan segan-segan mempromosikannya secara gratis lewat marketing mulut ke mulut,” ujar Ida.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement