Kamis 01 Nov 2012 17:37 WIB

Ajal Media Cetak (3): Jurus Penyelamatan Digital?

Rep: Siwi Tri Puji/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Amazon Kindle
Amazon Kindle

REPUBLIKA.CO.ID, Berkunjunglah ke efi.com, klik PrintMe dan unduh satu aplikasinya untuk perangkat iPhone, iPad, atau android Anda. Pakar media Gary Peterson akan menguraikan tak hanya masa depan media cetak, tapi juga bagaimana upaya penyelamatan media cetak dilakukan.

Bagi Peterson - yang hingga saat ini sangat optimis media cetak tak bakal mati - upaya Steve Jobs dengan komputer dan piranti digitalnya tak akan mampu membunuh tradisi tiga hingga empat ribu tahun: membaca tulisan di atas kertas.

"Tak ada satupun generasi di luar sana yang bersiap meninggalkan semua serba cetak dan membaca dari semua yang serba digital," kata analis di lembaga riset Gap Intelligence ini.

Selain menghimpun kekuatan di dunia maya, ia kini bergabung dengan analis lain yang sepaham dengannya. Intinya, tak hanya dia seorang yang meyakini bahwa laporan bakal matinya media cetak terlalu dibesar-besarkan.

Sebuah survei pada bulan April oleh Deloitte menemukan bahwa 88 persen dari pembaca majalah di Inggris masih lebih suka mengkonsumsi artikel melalui media cetak. Sementara setengah dari responden yang disurvei (2.276 konsumen Inggris, usia 14 sampai 75 tahun) yang memiliki smartphone, 35 persen berlangganan setidaknya satu majalah cetak pada tahun 2011.

Tentu saja, dengan adopsi perangkat tablet meningkat, angka ini bisa jadi sudah kadaluwarsa, terutama mengingat peningkatan pesat publikasi digital. Namun di sisi lain, jumlah media cetak baru juga bertumbuh.

"Ironisnya, saya menghubungkannya dengan internet," kata Jeremy Leslie, orang di belakang magculture.com, sebuah situs bagi pecandu majalah. "Mereka berbagi di jaringan sosial. Namun langkah berikutnya yang alami adalah menciptakan sesuatu yang permanen dan mereka berusaha untuk membuat publikasi yang lebih baik."

Ini menjelaskan bagaimana beberapa pemain besar internet - sebut style.com, asos.com, netaporter.com, situs online anak-anak Moshi Monsters, dan  bahkan Google sendiri - kini menerbitkan majalah cetak, menggunakan media tradisional untuk menyegarkan bagian-bagian dari  model yang tak bisa dijangkau secara online.

"Untuk online, cetak adalah cara yang rapi untuk mendapatkan perhatian ekstra pemasaran dan meningkatkan komunitas mereka, bahkan jika tak ada uang di dalamnya," kata David Rowan, editor Wired Inggris. "Saya suka model majalah Vice - publikasi cetak tapi pemasukannya berasal dari saluran TV, kemitraan merek, event, dan label rekaman."

Rowan sendiri telah sibuk memperluas merek Wired, baik dengan menghasilkan konten multimedia dan juga melalui serangkaian konferensi dan event.

Salah satu contoh terbaik dari media yang benar-benar terintegrasi dengan audiens berbeda adalah Moshi Magazine, majalah cetak yang berasal dari situs game anak-anak, Moshi Monsters.

Situs ABC News mencatat, pelanggan mereka kini menyentuh angka 162.838 pada bulan Februari, jauh di depan majalah pria Nuts (114.116) dan FHM (140.716). Kalau ada yang bilang generasi sekarang tak kenal majalah, lihatlah apa yang dialami Moshi Magazine.

"Anda mungkin bisa melihat permainan digital atau majalah di iPad, tetapi Anda tidak dapat memotong, mewarnai, mengambil pena dan menghubungkan titik di atas kertas, atau menempel di dinding Anda," kata Emma Munro Smith, editor Moshi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement