REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Prof Nanat Fatah Natsir mendesak partai politik untuk melakukan efisiensi, dan memiliki usaha untuk membangun kemandirian pendanaan.
"Kehidupan parpol harus mengarah pada efisiensi. Adanya 177 kepala daerah yang terlibat kasus hukum menunjukkan adanya sistem yang kurang beres pada parpol," kata Nanat Fatah Natsir dihubungi dari Jakarta, Jumat (2/11).
Mantan Rektor UIN Bandung itu mengatakan, dengan sistem yang tidak beres itu, siapa pun yang menjabat sebagai kepala daerah tetap akan terlibat kasus hukum, meskipun memiliki latar belakang yang bersih.
Itu disebabkan selama ini partai politik hanya menjadi perahu politik bagi politisi-politisi yang ingin maju dalam peta politik, baik sebagai kepala daerah atau anggota legislatif. Karena itu, politisi dituntut memiliki modal biaya politik bila ingin maju.
"Untuk jadi gubernur di Jawa saja perlu biaya Rp 100 miliar, bupati Rp 15 miliar, sedangkan anggota DPR Rp 1,5 miliar. Padahal, total gaji mereka bila menjabat selama lima tahun, berapa?" tanyanya.
Akibatnya, kata Nanat, lembaga legislatif dan eksekutif pun menjadi sarang 'kongkalikong' untuk menutupi biaya politik yang mereka keluarkan selama kampanye. "Dari mana lagi mereka bisa menutupi biaya politik kalau tidak dari 'bermain' anggaran?" ucapnya.
Karena itu, menurut dia, partai politik harus memiliki kaderisasi serta memiliki sumber dana yang sehat dan mandiri. Dia sepakat bila ada pandangan partai politik harus memiliki badan usaha untuk membiayai kegiatan-kegiatan politiknya. Bila perlu, partai politik memberikan dana kepada kadernya untuk biaya kampanye.
"Namun, dengan catatan, badan usaha itu harus transparan dan sesuai aturan serta harus ada audit independen terhadap keuangannya," tuturnya.