Ahad 04 Nov 2012 16:51 WIB

Moratorium Ibadah Haji Diperlukan, Jika...

 Kabah di Masjidil Haram Makkah, Arab Saudi, Selasa (23/10).  (Hassan Ammar/AP)
Kabah di Masjidil Haram Makkah, Arab Saudi, Selasa (23/10). (Hassan Ammar/AP)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR, Marzuki Alie, mengatakan, pemerintah Indonesia perlu melakukan moratorium haji. Langkah itu diperlukan, jika berbagai cara perbaikan telah dilakukan, tapi perlakuan dan pelayanan yang diterima oleh jamaah haji Indonesia tetap sama dan tak mendapatkan hak yang sewajarnya.

Menurutnya tidak ada salahnya moratorium haji dilakukan daripada berdosa membiarkan jamaah haji tidak mendapatkan haknya. Yang penting, menurutnya, saat ini tugas DPR untuk menyelesaikan revisi UU Haji harus segera diselesaikan dan masyarakat agar mendorong penyelesaian RUU tersebut.

“Bukannya mau melarang umat Islam untuk menjalankan ibadahnya, tapi kalau pelaksana haji kita sudah baik, sementara pemerintah Arab Saudi masih belum bisa memberikan yang baik kepada kita, maka tidak ada salahnya kita memoratorium haji," katanya saat dihubungi, Ahad (4/11).

Persoalan dominan, kata dia, sebenarnya ada di pihak penyelenggara haji Indonesia, bukan Arab Saudi. Tidak mungkin orang Saudi mampu melayani dengan baik jutaan tamu Allah, semuanya diserahkan kepada masing-masing dan konsepnya B to B.

"Moratorium bisa dilakukan sepanjang tidak ada jaminan dari pemerintah Arab Saudi memberikan pelayanan yang layak bagi jemaah haji kita. Saya kira ini tidak akan jadi masalah dari aspek agama juga. Nabi Muhammad juga pernah melarang umatnya berhaji ketika Makkah dikuasai musuh kaum kafir Quraish karena khawatir umatnya kalau memaksakan diri akan mendapatkan perlakuan tidak baik oleh kaum Quraish,” tegasnya.

Fakta yang ditemukan di lapangan memang jamaah haji Indonesia tidak mendapatkan perlakuan yang seharusnya dia dapatkan baik dari Kementerian Agama (Kemenag), maupun dari pemerintah Arab Saudi sendiri.

Warga masyarakat di Makkah pun terlihat seperti menggunakan kesempatan dalam kesempitan terutama para supir taksi dan pemilik rumah makan dengan menaikkan harga sampai 10 kali lipat dari harga normal, padahal yang mereka layani adalah para tamu Allah.

Para jamaah yang menabung dan membayar sendiri biaya haji mereka harus menginap jauh, menggunakan bus yang tidak memadai atau terkadang berjalan kaki untuk melaksanakan ibadah mereka, dan mendapatkan tempat dan makanan yang tidak layak. Semua aspek pelayanan haji ini, kata dia, perlu dibenahi dan diperbaiki.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement