Senin 05 Nov 2012 06:40 WIB

Besok, Obama-Romney Berebut Suara Electoral

Rep: Bambang Noroyono/ Red: M Irwan Ariefyanto
 Calon presiden Republik Mitt Romney dan Presiden AS Barack Obama usai debat final calon presiden AS di Boca Raton, Florida, Selasa (23/10).(Jason Reed/Reuters)
Calon presiden Republik Mitt Romney dan Presiden AS Barack Obama usai debat final calon presiden AS di Boca Raton, Florida, Selasa (23/10).(Jason Reed/Reuters)

REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON --- Dua kandidat presiden Amerika Serikat (AS) saling memperebutkan suara electoral untuk memastikan kemenangan. Barack Obama kemungkinan lebih banyak meraup suara electoral dibandingkan Mitt Romney. Namun, prediksi itu bisa berubah oleh suara electoral yang masih mengambang.

Pada Sabtu (3/11), Obama dan Romney mengunjungi Kota Dubuque, Iowa pada jam berbeda. Romney yang datang lebih dulu meyakinkan kemenangan kepada pendukungnya. Kandidat dari Partai Republik ini berjanji tetap akan merangkul para kader Partai Demokrat bila berhasil meraih kursi presiden.

Enam jam berikutnya, Obama datang di kota yang sama. Dia mengingatkan kembali ambisinya untuk membangun kelas menengah yang kuat. Obama mengkritik visi Romney yang bisa menghancurkan ekonomi AS.

Dalam Pemilihan Presiden AS, penentu kemenangan berasal dari suara electoral, bukan suara populer dari rakyat. Suara electoral ada di tiap negara bagian, jumlahnya 538 suara. Tiap negara bagian memiliki suara electoral berbeda, bergantung populasi penduduk. Setiap kandidat butuh 270 suara electoral untuk menang.

Pada hari pemilihan, Selasa (6/11), rakyat memilih presiden dan electoral college. Electoral college ini merupakan perwakilan penduduk untuk memilih kandidat. Merekalah yang akan memilih langsung presiden AS dengan mempertimbangkan pilihan populer rakyat yang diwakilinya. Obama diperkirakan sudah mengantongi 277 suara electoral, sedangkan Romney 191 suara. Setidaknya ada lima hingga sembilan negara bagian yang tidak memiliki suara electoral dominan untuk Obama atau Romney.

Banyak hal yang akan jadi pertimbangan pemilik suara electoral untuk memilih salah satu kandidat. Salah satunya kondisi ekonomi AS. Sejak dihantam krisis keuangan besar pada 2007, AS belum pulih. Ekonomi berangsur-angsur membaik, namun dengan laju pemulihan yang tidak secepat keinginan banyak orang.

Pengamat politik dari Universitas Ohio State, Djayadi Hanan, mengatakan situasi ini dimanfaatkan Romney yang mengklaim memiliki pengalaman ekonomi dan bisnis yang lebih baik daripada Obama, petahana dari kubu Demokrat. ''Pada saat yang sama banyak pemilih yang dulu mencoblos Obama kecewa dengan kinerja pemerintah. Para pemilih ini sekarang mencari alternatif,'' kata Hanan seperti dikutip BBC. Romney berhasil meyakinkan banyak orang bahwa ia lebih baik ketimbang Obama untuk urusan ekonomi. Hal ini terbukti bermanfaat bagi Romney. Dukungan makin besar, terutama setelah debat pertama awal Oktober lalu di mana ia tampil meyakinkan.

Mungkin dalam situasi sulit seperti ini pemilih putus asa dan condong ke calon yang dianggap bisa memberikan harapan. Padahal, pengamat ekonomi politik dari Universitas Northwestern, Jeffery Winters, mengatakan kebijakan ekonomi Romney sebenarnya sulit diterima, dalam arti tidak menjawab sepenuhnya persoalan AS.

sumber : reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement