Ahad 04 Nov 2012 22:55 WIB

Bila Barang Bawaan Haji Beranak Pinak

Rep: harun husein/ Red: Taufik Rachman
Jamaah haji Indonesia seringkali berbelanja oleh-oleh di Toko Ali Murah di Jeddah.
Foto: Republika/Dewi Mardiani
Jamaah haji Indonesia seringkali berbelanja oleh-oleh di Toko Ali Murah di Jeddah.

REPUBLIKA.CO.ID,JEDDAH --Seorang jamaah haji hanya diijinkan membawa satu troli dan tas paspor dengan bobot sekitar 7 kilogram ke kabin. Ini kesepakatan antara Kementerian Agama dengan dua maskapai yang mengangkut jamaah haji (Garuda Indonesia dan Saudi Airlines).

Setiap jamaah haji juga sudah menandatangani surat pernyataan barang bawaan ini, sebelum menunaikan ibadah haji. Namun banyak jamaah bandel. Tak urung banyak barang yang harus ditinggal di bandara.

Koper jamaah biasanya sudah ditarik oleh pihak Kementerian Agama sejak di maktab Makkah atau Madinah, setelah melalui proses penimbangan. Alhasil, setiap jamaah hanya membawa tas troli dan tas paspor ke bandara. Bawaan di bandara inilah yang biasanya beranak pinak. Ada yang menambah ransel, tas tenteng, hingga kantong plastik.

Sebagian besar jamaah haji Kloter V Banda Aceh yang datang ke Terminal Barat, kemarin, membawa barang yang beranak pinak. Bawaan yang cukup menyolok dari jamaah asal Kabupaten Aceh besar ini, adalah cerek, rantang, dan benda-benda logam berwarna kuning keemasan.

Sejumlah petugas pack handling Garuda, kemarin sempat dibuat repot oleh jamaah Kloter V ini. Pasalnya, kebanyakan melawan saat barangnya hendak disweeping. “Kami bahkan sampai diajak berantem, ada yang bilang kami pencuri,” kata Sugiarno, petugas pack handling berbadan ceking.

Manajer Operasi Garuda, Soleh Nugraha pun sampai turun tangan. Dia membujuk rekan-rekannya untuk melakukan sweeping. “ Please disweeping. Kalau nggak, pesawat bisa di-delay lagi gara-gara masalah ini. Ayo, ayo,” kata Soleh kepada rekan-rekannya.

 

Soleh pun langsung mendatangani seorang jamaah bernama Bukhari, yang mengenakan stelan jas, sambil mengatakan bahwa ransel hitamnya tak bisa dibawa ke dalam pesawat. Tapi, Bukhari menanggapinya dengan emosional.

“Masak oleh-oleh begini saja nggak boleh dibawa,” kata Bukhari, pria berusia sekitar 60 tahun itu, sambil membanting-banting tas hitamnya di atas lantai Terminal Barat.

Tapi, masih dengan nada persuasif, Soleh mengatakan bahwa pesawat jamaah asal Aceh sebelumnya juga sempat terlambat karena kasus serupa. Sebab, kapten enggan menerbangkan pesawat, karena bebannya terlalu banyak. “Jangan karena ulah satu orang, nanti semuanya jadi terlambat.”

Setelah membujuk berulangkali, Soleh dan rekan-rekannya berhasil mendapatkan kerja sama dari jamaah asal Tanah Rencong itu. Satu per satu, mereka menyisihkan barang bawaan, yang kemudian diangkut dengan troli bandara oleh petugas packhandling.

Ketua Kloter V Banda Aceh, Sulaiman, mengatakan jamaah Kloter V sebenarnya sudah tahu ada pembatasan barang bawaan jamaah. “Tapi, namanya juga orang sekali seumur hidup ke sini. Jadi mereka menggebu-gebu beli oleh-oleh untuk menyenangkan orang di kampung,” katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement