REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim penasehat hukum tiga terdakwa kasus pembunuhan bos PT Sanex Steel Tan Harry Tantono alias Ayung meminta agar dilakukan penangguhan penahanan atas tiga kliennya. Tiga terdakwa tersebut ialah John Refra alias John Kei, Josep Hungan, dan Mukhlis.
Salah satu penasehat hukum terdakwa, Syahnun Lubis, menyatakan alasannya. Ia mengatakan, sampai jalannya persidangan saat ini, tidak pernah ada kaitan hukum yang terkena pada ketiga terdakwa yang dibelanya. ''Orang sudah jelas, pelaku-pelaku ini yang mengaku,'' tuturnya, Selasa (6/11), seusai sidang pemeriksaan saksi berakhir, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Menurutnya, hakim persidangan tidak memiliki keberanian menyatakan hal yang tidak bersalah. Ia menegaskan, ketentuan penangguhan yang diminta ini pun terdapat di dalam undang-undang. Sehingga, permintaan tim penasehat hukum tidak lah melanggar ketentuan hukum terhadap penangguhan.
Syahnun mengajukan uang jaminan sebesar Rp 10 miliar untuk mengupayakan penangguhan terdakwa. Tetapi upaya tersebut tidak pernah diterima. Tambahnya, bila seperti ini, sistem kitab undang-undang hukum acara pidana seolah tidak berlaku di Indonesia.
Padahal Indonesia adalah negara hukum. Sayangnya, menurut dia, Indonesia adalah negara yang tidak membiasakan hukum, dalam artian menegakkan hukum yang sebenarnya.
Tim pengacara terdakwa menuntut agar jaksa penuntut umum (JPU) harus berani menuntut bebas terdakwa. ''Kita lihat. Kalau seseorang tidak bersalah dalam hukum, jaksa harus menuntut bebas,'' ujarnya. Syahnun menyatakan, agar lebih baik pengadilan membebaskan tiga terdakwa yang tidak bersalah, daripada melepas pelaku-pelaku yang sebenarnya.
Sebelumnya pada sidang lanjutan yang usai digelar hari ini (6/11), seorang dari dua orang saksi yang dihadirkan, mengaku dirinya lah pelaku yang membunuh Ayung, bukan John Kei. Saksi yang mengaku menikam dada dan daerah di seputar perut korban ini bernama Chandra Kay.