REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintah pernah berniat pernah berniat menjadikan Indonesia sebagai produsen perikanan terbesar di dunia per 2015, tatkala Kementrian Kelautan dan Perikanan pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II 2009 silam berada di bawah. Fadel Muhammad. Salah satu cara mewujudkan yakni menggenjot kapasitas produksi hingga 300 persen.
Impian tersebut dinilai sulit dicapai oleh pengganti Fadel, Sharif Cicip Sutarjo. Menurut Sharif, hasil produksi perikanan Indonesia saat ini baru menempati urutan keempat di dunia dengan 9,5 juta ton per tahun, terdiri dari 5,5 juta ton hasil perikanan tangkap dan empat juta ton produk budidaya perikanan.
Raihan tersebut berselisih jauh dengan hasil produksi perikanan negeri Tiongkok, Cina. Sharif menyebut, Cina (walaupun memiliki luasan laut yang lebih kecil dibandingkan Indonesia) memiliki total produksi perikanan sebesar 56 juta ton terdiri dari 16 juta ton hasil perikanan tangkap dan 40 juta ton produk budidaya perikanan.
"Kita memang sulit bicara terbesar. agak sulit," kata Sharif di hadapan forum pemimpin redaksi media massa Tanah Air Bersama Menteri Kelautan dan Perikanan dengan tema "Realisasi Program Industrialisasi Kelautan dan Perikanan" di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (6/11) sore.
Mengapa hasil perikanan tangkap Cina bisa mencapai 16 juta ton per tahun? Sharif menyebut perbedaan prasarana dan sarana pendukung menjadi pembedanya. Cina, kata Sharif, memiliki kapal-kapal berukuran di atas 30 GT yang sanggup melaut hingga ke seluruh dunia.
Sedangkan di Indonesia, sebagian besar dari 500 ribu kapal laut sebagian besar berukuran di bawah 30 GT. Akibatnya, kemampuan melaut kapal di tanah air sulit menandingi kemampuan kapal yang dimiliki Cina.
"Paling jauh ke pantai selatan (Samudera Hindia). Ini yang terjadi." Lebih lanjut, Sharif mengatakan produksi perikanan bersumber dari tiga pilar utama yaitu laut, budidaya laut dan budidaya darat.
Laut Indonesia, kata politisi Partai Golongan Karya ini, memiliki potensi sebesar 6,5 juta ton per tahun. Namun, demi menghindari over fishing (penangkapan berlebih) kuota yang diberikan hanyalah 80 persen.
Sementara untuk budidaya laut, nelayan Indonesia baru menggunakan 10 persen dari potensi budidaya perikanan di kedalaman 100 hingga 200 m. Sedangkan untuk produk budidaya darat, telah mencapai empat juta ton.