Rabu 07 Nov 2012 13:55 WIB

Penulis Sufi Klasik: Imam Al-Ghazali (2)

Imam Al-Ghazali (ilustrasi).
Foto: encyclopedia.com
Imam Al-Ghazali (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Pengaruh Imam al-Ghazali pada pemikiran Barat diakui sangat besar dalam semua sisi.

Kendati penemuan-penemuan, psikologi dan ilmu pengetahuan Imam al-Ghazali, dihargai secara luas oleh bermacam kalangan akademis, tetapi tidak diperhatikan sebagaimana mestinya, karena ia (al-Ghazali) secara spesifik menyangkal metode ilmiah atau logika sebagai sumber asli atau awal.

Ia berada pada pengetahuannya melalui pendidikan sufismenya, diantara kaum Sufi, dan melalui bentuk pemahaman langsung tentang kebenaran yang sama sekali tidak berhubungan dengan intelektual secara mekanis.

Tentu saja, hal ini membuatnya berada di luar lingkaran kalangan ilmuwan. Apa yang lebih menimbulkan penasaran adalah bahwa temuan-temuannya begitu menakjubkan hingga orang akan berpikir, bahwa para penyelidik ingin mengetahui bagaimana dia telah menempuh atau mendapatkannya.

'Mistisisme' dijuluki dengan sebutan yang buruk seperti seekor anjing dalam sebuah peribahasa, jika tidak dapat digantung, setidaknya boleh diabaikan.

Ini merupakan ukuran pelajaran psikologi: terimalah penemuan seseorang jika engkau tidak dapat menyangkalnya, sebaliknya abaikan metodenya jika tidak mengikuti keyakinanmu akan metode.

Jika Imam al-Ghazali tidak menghasilkan karya yang bermanfaat, secara alamiah ia akan dihargai hanya sebagai ahli mistik, dan membuktikan bahwa mistisisme tidak produktif, secara edukatif maupun sosial.

Pengaruh Imam al-Ghazali pada pemikiran Barat diakui sangat besar dalam semua sisi. Tetapi pengaruh itu sendiri menunjukkan hasil suatu pengondisian; para filsuf Kristen abad pertengahan yang telah banyak mengadopsi gagasan al-Ghazali secara sangat selektif, sepenuhnya mengabaikan bagian-bagian yang telah memperlakukan kegiatan indoktrinasi mereka.

Upaya membawa cara pemikiran al-Ghazali kepada audiens yang lebih luas, daripada kepada sufi yang terhitung kecil jumlahnya, merupakan perbedaan final antara keyakinan dan obsesi. Ia menekankan peran pendidikan dalam penanaman keyakinan religius, dan mengajak pembacanya untuk mengamati keterlibatan suatu mekanisme.

Ia bersikeras pada penjelasan, bahwa mereka yang terpelajar, mungkin saja dan bahkan sering, menjadi bodoh fanatik, dan terobsesi.

Ia menegaskan bahwa, disamping mempunyai informasi serta dapat mereproduksinya, terdapat suatu pengetahuan serupa, yang terjadi pada bentuk pemikiran manusia yang lebih tinggi.

sumber : Jalan Sufi: Reportase Dunia Ma'rifat oleh Idries Shah
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement