REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Markas Besar Kepolisian sedang menelusuri sejumlah alamat di Klaten, Jawa Tengah untuk menangkap kaburnya tahanan terorisme dari Rumah Tahanan Polda Metro Jaya, Roki Aprisdianto (29 tahun).
Namun, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Boy Rafli Amar enggan mengungkapkan secara jelas alamat tersebut. Sedangkan upaya mengungkap bagaimana kaburnya Roki, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri masih melakukan pemeriksaan mendalam terhadap 13 orang.
Mereka terdiri dari tujuh anggota polisi, tiga anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror termasuk tiga penghuni Rutan di lantai empat, tempat Roki ditahan. Boy belum dapat memastikan bagaimana Roki bisa kabur dari tahanan. Ia diduga mengelabui petugas Rutan dengan menggunakan pakaian perempuan bercadar, Selasa (6/11) sekitar pukul 13.00 WIB.
Saat kejadian diketahui sedang banyak pembesuk tahanan. Jumlahnya sekitar 23 orang. "Tapi saya dapat informasi penjenguk bukan ingin menjenguk Roki. Mereka sedang menjenguk seseorang yang juga sama-sama menghuni tahanan lantai empat," ujar Boy saat ditemui di Mabes Polri, Kamis (8/11).
Polisi masih mencari tahu apakah di antara penjenguk ada yang memberikan bantuan atau meminjamkan pakaian kepada tahanan. Informasi tersebut menjadi fokus tim untuk mencari tahu bagaimana Roki kabur. Semua informasi yang ada akan didalami petugas.
Boy mengimbau kepada Roki agar menyerahkan diri. Ia juga meminta bantuan informasi dari masyarakat dan pihak keluarga jika ada yang mengetahui keberadaan Roki.
Roki yang menghuni Rumah Tahanan Polda Metro Jaya di lantai empat itu diduga mengelabui petugas jaga dengan menggunakan pakaian cadar. Roki merupakan tahanan titipan Kejaksaan Agung yang telah divonis enam tahun penjara pada 2011 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Roki sedang menunggu giliran untuk dipindahkan ke Lapas Nusakambangan. Pria ini ditangkap petugas dalam kasus Klaten pada akhir 2010.
Roki dan kelompoknya divonis pada 8 Desember 2011. Ia disebut sebagai dalang aksi teror bom di Klaten, Jawa Tengah. Ia dan kelompoknya, saat itu, melakukan aksi teror dengan melemparkan bom rakitan di tiga pos polisi, dua gereja dan sebuah Masjid. Bersama lima rekannya, mereka didakwa melanggar pasal 7, pasal 9, pasal 14 dan pasal 15 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.