Jumat 09 Nov 2012 12:30 WIB

Suksesi Cina, Berharap Reformasi dari 'Satria Piningit' (2-habis)

Rep: Siwi Tri Puji/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Presiden Hu Jintao (kiri) berbincang dengan Xi Jinping (kanan)
Foto: AP
Presiden Hu Jintao (kiri) berbincang dengan Xi Jinping (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, Tuntutan perubahan dari rakyat Cina mengental dalam dasawarsa ini. Ekonomi Cina yang terdongkrak dengan cepat tak selalu mengantarkan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Tanpa kebijakan untuk meresponsnya,  kondisi bisa memburuk dengan cepat,

Cina menghadapi serangkaian ancaman. Jurnal resmi  negeri itu menggambarkan sebagai "saling bertautan seperti gigi anjing".

Masyarakat miskin kian meradang pada kesenjangan ekonomi yang kian menganga, korupsi yang kian kasat mata, serta lingkungan dan lahan yang diperebutkan oleh para pejabat.

Kelas menengah  mempersoalkan keamanan pangan,  melindungi tabungan mereka dengan mengirimkan uang ke luar negeri, serta  mendaftar untuk mendapatkan paspor asing , sementara kaum kaya kian rakus untuk menguasai lebih banyak “kue” ekonomi.

“Cina tak stabil di tingkat akar rumput, demikian analisa The Economist, “Problem ini berpadu dengan kelas menengah yang gelisah dan kelas atas yang makin keluar kendali.”

"Tugas Xi Jinping jauh lebih sulit dari tugas Hu," tutur pengamat Ben Simpfendorder yang juga Direktur Operasional Silk Road Associates yang bermarkas di Hong Kong. Tanpa reformasi, dia akan makin sulit melangkah.

Barangkali inilah yang menyebabkan beberapa pekan menjelang kongres, dia bak ditelan bumi, tak seorang pun tahu keberadaannya. Bahkan, beberapa acara resmi kenegaraan yang biasanya dihadirinya, dilewatkan begitu saja.

Pertanyaan tentang keberadaannya pertama muncul pertengahan bulan lalu, saat pertemuan yang dijadwalkan dengan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton dibatalkan. Hal yang sama terjadi hari itu untuk pertemuan dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.

Ada spekulasi yang menyebut bahwa pemerintah Cina merasa dilecehkan Clinton terkait keterlibatan Amerika Serikat yang terlalu agresif dalam sengketa wilayah Beijing dengan tetangganya di Laut Cina Selatan. Narasi itu, bagaimanapun, tidak cukup klop.

Ditanya mengenai Xi dalam konferensi pers bersama dengan Clinton Rabu lalu, Menteri Luar Negeri Yang Jiechi menjawab, kedatangan Hillary sudah dijadwalkan jauh hari sebelumnya dan tak ada agenda bertemu presiden atau wakil presiden. "Saya berharap orang-orang tidak akan menambah spekulasi yang tidak perlu," katanya.

Ada laporan bahwa Xi terluka punggungnya saat bermain sepak bola. Spekulasi lain menyebut, ia menjadi target sebuah upaya pembunuhan.

Namun situs yang berbasis di AS, Boxun.com, dengan cepat menurunkan laporan yang mengatakan sumber terpercaya menyebut bahwa masalah kesehatan Xi tidak serius. Xi bak ditelan bumi, ternyata, karena sibuk mempersiapkan diri untuk menjadi pimpinan  Partai Komunis yang baru dalam kongres pekan ini.

Seperti ramalan Boxun, sang satria piningit, leader in waiting itu,  bersungging senyum muncul pekan ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement