Jumat 09 Nov 2012 14:23 WIB

Politbiro, Elite Penentu Nasib 1,3 Milyar Rakyat Cina

Komite Sentral yang bertugas menunjuk anggota Politbiro Partai Komunis Cina.
Foto: AP/Greg Baker
Komite Sentral yang bertugas menunjuk anggota Politbiro Partai Komunis Cina.

REPUBLIKA.CO.ID, Setiap keputusan penting yang mempengaruhi 1,3 miliar penduduk Cina pertama kali dibahas dan disetujui oleh segelintir orang yang duduk di biro politik partai (politbiro).

Ke-24 anggota Politbiro dipilih oleh komite pusat partai. Tapi kekuasaan yang sesungguhnya terletak pada sembilan anggota komite, yang bekerja sebagai semacam kabinet inti dan kelompok yang paling berpengaruh.

Pada masa kepemimpinan Mao Tse Tung, ketua Politbiro sekaligus kepala negara. Praktik yang disebut yiyuanhua itu dikritik keras di era Deng Xiaoping.

Deng memandang itu praktik berbahaya karena dikhawatirkan ada penumpukan kekuasaan. Pejabat partai tidak boleh sekaligus menjadi pejabat negara. Deng rupanya sepakat dengan Lord Acton, kekuasaan cenderung korup. Kekuasaan absolut berarti kecenderungan korup yang absolut.

Bagaimana komite ini beroperasi adalah rahasia dan tidak jelas. Tapi pertemuan biasa dilakukan dan sering, sering ditandai dengan ketidaksepakatan.

Pemimpin senior berbicara terlebih dahulu dan kemudian meringkas, memberikan pandangan mereka. Penekanannya selalu pada mencapai konsensus, tetapi jika kesepakatan tidak tercapai, mayoritas yang memegang kekuasaan.

Begitu keputusan telah dibuat, semua anggota terikat oleh itu. Meskipun kadang perselisihan dan pertempuran antar faksi secara luas diyakini berlangsung secara pribadi, hal ini sangat jarang mencuat ke permukaan dan menjadi domain publik.

Ketika mereka melakukannya - seperti yang terjadi pada tahun 1989 saat kepemimpinan berjuang atas bagaimana berurusan dengan protes Tiananmen - maka artinya ada perebutan kekuasaan yang sengit di dalamnya.

Untuk menjadi anggota politbiro, seseorang harus berprestasi bagi partai, menghindari kontroversi, dan tak beroposisi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement