REPUBLIKA.CO.ID, Ulama Mazhab Hanafi memberlakukan hukum pengecualian dalam tiga bentuk, yaitu apabila yang digasab itu adalah harta wakaf, harta anak yatim, atau harta yang dipersiapkan pemiliknya untuk mendapatkan rezeki (seperti rumah kontrakan, mobil angkutan umum, dan hewan yang dipersiapkan untuk diambil susunya setiap hari).
Menurut mereka, apabila ketiga jenis harta ini diambil tanpa izin, maka perbuatan itu termasuk dalam pengertian gasab dan setiap kerugian yang diderita pemiliknya wajib diganti.
Menurut jumhur ulama, seluruh bentuk manfaat tersebut termasuk dalam definisi harta (mal). Oleh sebab itu, orang yang menggasab manfaat akan dikenakan ganti rugi.
4. Apabila yang digasab itu adalah harta yang tidak bernilai menurut syarak, seperti khamar, babi, bangkai, dan darah, maka apabila pemiliknya adalah seorang Muslim, ulama fikih sepakat menyatakan tidak dikenakan ganti rugi karena benda-benda tersebut bukan harta yang bernilai.
Akan tetapi, apabila harta itu bernilai bagi nonmuslim, maka orang yang menggasabnya dikenakan ganti rugi, baik ia Muslim maupun non-Muslim.
Misalnya, apabila seorang Muslim menggasab minuman keras (khamar) kafir dzimmi, maka menurut ulama Mazhab Hanafi, Muslim itu dikenakan ganti rugi karena minuman keras di kalangan kafir dzimmi bermakna harta.
Akan tetapi, menurut jumhur ulama, orang yang menggasab seluruh benda yang tidak bernilai harta dalam Islam, baik Muslim maupun nonmuslim, tidak dikenakan ganti rugi.
Namun, apabila benda milik kafir zimi itu masih utuh, maka harus dikembalikan kepada pemiliknya. Menurut ulama Mazhab Hanbali, apabila khamar itu milik Muslim, sekalipun masih utuh. harus dimusnahkan.
Ulama fikih sepakat menyatakan bahwa perbuatan gasab hukumnya haram dan orang yang melakukannya berdosa. Alasan mereka antara lain adalah firman Alah SWT dalam surah an-Nisa' 14) ayat 29 yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil...”
Dan Al-Baqarah ayat 188 yang mengatakan, “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil."
Kemudian, ketika Haji Wada’ Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kamu haram bagi orang lain, sebagaimana haramnya bagi kamu hari ini, di bulan ini (syahrul haram), dan di negeri ini (Makkah)" (HR. Bukhari dan Muslim dari Abi Bakrah).
Dalam hadis lain Rasulullah SAW bersabda, "Harta seorang Muslim haram dipergunakan oleh Muslim lainnya tanpa kerelaan hati pemiliknya” (HR. ad-Daruqutni dari Anas bin Malik).
Dalam riwayat Sa‘id bin Zaid Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang mengambil harta orang lain berkewajiban untuk mengembalikan kepada pemiliknya." (HR. Bukhari dan Muslim).