Sabtu 10 Nov 2012 11:34 WIB

Diplomasi Jalur Besi Cina (2): Lintasan ke Tenggara

Skema jaringan rel kereta api transbenua, di mana Cina berambisi membiayai sebagian besar proyek terutama di Asia Tenggara.
Foto: THE TRANSPORT POLITIC
Skema jaringan rel kereta api transbenua, di mana Cina berambisi membiayai sebagian besar proyek terutama di Asia Tenggara.

REPUBLIKA.CO.ID, Lintasan Myanmar dalam rencana akbar proyek kereta Cina masuk dalam skema jalur Tenggara yang memiliki rute Kunming- Singapura. Jalur itu menghubungkan Cina Barat Daya dengan Asia Tenggara.

Kereta api akan beroperasi dan melintas dari Kunming, ibu kota Provinsi Yunan, Cina, melewati Laos, Thailand, Malaysia hingga Singapura, dengan rute alternatif Vietnam, Cambodia dan Myanmar.

Rencana yang diajukan pada Oktober 2006 itu menjadi rangkaian Jalur Kereta Api Trans-Asia di bawah Perjanjian Jaringan Kereta Trans-Asia yang diteken oleh 17 negara dan negara Euroasia. Tujuannya membentuk kembali bagian Jalur Sutra versi Besi, sebuah jaringan kereta yang melintasi Benua Asia dan Eropa, dipromosikan oleh  United Nation Economic and Social Commision for Asia and Pacific (UNESCAP).

Bungkus luar rencana besar itu memang proyek internasional, tapi dominasi Cina tak bisa dimungkiri bila menyangkut kekuatan finansial. Yang terjadi di lapangan, siapa yang lebih inferior tak memiliki hubungan kerjasasama setara, seperti pada kasus Myanmar.

Laos

Laos pun setali tiga uang. Negara miskin yang terkunci dengan perbatasan darat alias tanpa wilayah laut awalnya hanya melihat sisi cerah saat tetangga raksasanya Cina masuk dengan rencana kereta api cepat sepanjang 421 kilometer.  Jalur tersebut akan melintasi Boten, provinsi Luang Namtha hingga ibu kota Vientiane. Bayangan investasi dan perbaikan ekonomi di ujung mata.

Dalam proyek ini Cina siap mengucurkan dana sebesar 7 milyar dolar. Kerangka waktu  pengerjaan ditetapkan mulai 2011 hingga 2015. Namun, ongkos bagi rakyat Laos pun tak kecil.

Tak lama setelah kesepakatan dibuat, pemerintah Laos turun ke desa Boten. Pemerintah menyatakan ribuan rumah harus digusur untuk kebutuhan kasino sebagai fasilitas hiburan ratusan pekerja Cina yang akan menggarap megaproyek kereta cepat tersebut.

Meski proyek membuka lapangan pekerjaan baru, rakyat Los dipandang masih minim skill. Cina, seperti ditulis oleh  memilih mendatangkan langsung pekerjanya.

Setelah itu, tim survei Cina dan Laos kembali mendatangi warga Desa, menunjukkan rencana pembangunan rel dan di mana saja kereta akan melintas. Sekitar1000 keluarga pun kembali harus bersiap hengkang merelakan properti dan tanah mereka.

Meski tetap ada suara optimistis dari pemimpin warga yang terusir, Kamthoeun, “Kita butuh membangun negara ini dan membuatnya modern. Saya pikir ini bagus dan kami bisa memindahkan rumah kami,” ujarnya dengan berani.  Mereka toh belum pasti pula ke lahan mana  akan direlokasi kelak.

Kesediaan Cina untuk membangun jalur kereta api di Laos dipandang sarat tendensi. “Cina jelas memiliki agendanya sendiri. Beberapa sejalan dengan agenda ASEAN tetapi bagian lain khusus hanya demi kepentingan Cina,” ujar profesor Ruth Banomyong dari Univeristas Thammasat di Bangkok, seperti dikutip oleh Christian Science Monitor

Sejumlah kritik menuding Cina menjadikan Laos hanya sekedar negara transit dalam jaringan kereta cepat Kunming-Singapura. Bangkok hingga Singapura tetaplah dinilai sebagai tujuan utama Beijing, karena menawarkan lebih banyak kepentingan bagi Cina. Pengamat juga memperingatkan Laos mungkin harus menghadiahi konsensi sumber daya mineralnya sebagai upah jaringan kereta api.

Thailand

Sedangkan di Thailand, negosiasi berjalan sedikit lebih sejajar. Dalam kesepakatan pembangunan jalur yang menghubungkan lintasan utara-selatan, Bangkok menggunakan pinjaman Cina. Manuver ini mungkin membuat pejabat ADB  garuk-garuk kepala memikirkan nasib rute Vietnam-Kamboja, termasuk jalur panjang yang diharapkan Cina bisa dibangun tetapi sepertinya dikesampingkan.

Di atas kertas, rute Laos-Thailand memang lebih lurus, tapi juga jauh lebih bergunung-gunung, dengan 190 kilometer berupa terowongan dan jembatan tak terhitung jumlahnya. Kawasan terpencil Laos juga dipenuhi ranjau bekas perang Vietnam. Tapi tak satupun dari tadi menghentikan Cina, negara yang berhasil membangun lintasan rel di dataran tinggi Tibet.

Kendala di Thailand lebih bersifat politis. Cina tak bisa bersikap seleluasa di Laos. Untuk menghindari operator  negara yang dilindungi UU, pemerintah Thailand mengajukan rencana jalur baru menggunakan teknologi Cina yang bakal beroperasi paralel dengan jalur lama. Kereta Cina-Thailand itu menyewa lahan dari operator negara dan membangun stasiun dan sinyalnya sendiri. Rute itu pun akan melintasi propinsi utara Thailand yang miskin.

Malaysia

Berbeda dengan Myanmar, Laos, dan Thailand, Malaysia malah lebih percaya diri mengincar posisi sebagai pusat perkembangan kereta api di kawasan Asia Tenggara. Negosiasi dan kerjasama pembangunan jalur kereta api cepat yang membentang di lahan 20 hektare relatif tak menimbulkan pro dan kontra mengingat Malaysia telah mengenal sistem MRT  (mass rapid transit).

Proyek senilai 127 juta dolar dengan target operasi 2014, relatif mulus, setidaknya yang terungkap di media massa. Tidak ada pula ratusan tenaga kerja yang didatangkan dari Cina, Sebaliknya Malaysia memastikan proyek itu akan membuka lapangan kerja baru bagi sekitar 800 warga Malaysia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement