REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menguapnya penyelesaian kasus yang menimpa Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dinilai akibat lemahnya wibawa pemerintah. Ketidaktegasan pemerintah menuntaskan kasus, membuat TKI terus didera problematika.
"Pembelaan terhadap TKI tidak dilakukan tuntas, ini memperlihatkan ketidakwibawaan pemerintah," ujar Analis Kebijakan Migrant Care, Wahyu Susilo, Ahad (11/11).
Pemerintah, kata Wahyu, hanya menanggapi kasus besar yang dipublikasi media. "Itupun hanya sekadar memberi pernyataan pers," ucapnya. Selebihnya, kasus pun seolah dibiarkan dan menguap begitu saja.
Dia mencontohkan, pada kasus penembakan TKI oleh Kepolisian Diraja Malaysia. Pemerintah yang harusnya membela, justru malah seolah membenarkan tindak pidana yang dilakukan TKI. "Pemerintah malah kebanyakan mengamini kesalahan TKI, bukannya berusaha membela," katanya.
Ketegasan pemerintah terus diuji, termasuk dalam kasus pemerkosaan terhadap Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia, berinisial SM (25 tahun) oleh tiga polisi Diraja Malaysia.
Dalam kasus ini, Wahyu mendesak pemerintah melakukan tiga hal pokok. Pertama, melayangkan nota protes diplomasi kepada Pemerintah Malaysia. Kedua, memastikan ketiga oknum berinisial ML (33 tahun), SR (21 tahun), dan RAD (25 tahun) mendapat hukum yang seberat-beratnya. "Jangan cuma mendapat hukum internal institusi saja karena ini kan tindakan kriminal," ujar Wahyu.
Upaya selanjutnya yang bisa dilakukan, yakni membawa permasalahan buruh migran Indonesia dalam pertemuan ASEAN Summit dan East ASEAN Summit di Kamboja pekan depan. "Bawa problem ini ke forum agar mendapat dukungan dari negara pengirim buruh migran lainnya," ucap Wahyu.
Dia berharap kasus ini dapat dituntaskan. Namun berkaca dari kasus-kasus sebelumnya, Wahyu tidak yakin kasus yang menimpa pembantu di kedai makanan ini bisa selesai. "Kalau melihat kinerja pemerintah, saya jadi pesimis," katanya.