Selasa 13 Nov 2012 15:46 WIB

Islam dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia (3-habis)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Suasana rapat pembahasan Piagam Jakarta.
Foto: jakarta.go.id
Suasana rapat pembahasan Piagam Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, Asas tunggal merupakan awal dari era baru peran Islam dalam kehidupan berbangsa ini.

Dengan ditariknya Islam dari tingkat politik, umat Islam memulai perjuangan kultural dalam pengertian luas.

Departemen Agama di awal Orde Baru pun dibenahi. Tujuan dan fungsi Departemen Agama yang dirumuskan tahun 1967 adalah:

1) Mengurus dan mengatur pendidikan agama di sekolah-sekolah, serta membimbing perguruan-perguruan agama.

2) Mengikuti dan memerhatikan hal yang bersangkutan dengan agama dan keagamaan.

3) Memberi penerangan dan penyuluhan agama.

4) Mengurus dan mengatur peradilan agama serta menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan hukum agama.

5) Mengurus dan mengembangkan Institut Agama Islam Negeri (IAIN), perguruan tinggi agama swasta dan pesantren, serta mengurus dan mengawasi pendidikan agama pada perguruan-perguruan tinggi.

6) Mengatur, mengurus dan mengawasi penyelenggaraan ibadah haji.

Di IAIN, untuk memberi wawasan yang lebih luas bagi para mahasiswa, semua mazhab fikih dan aliran teologi diajarkan. Wawasan ilmiah mereka semakin mempererat persatuan dan ukhuwah Islamiah.

Kesemarakan Islam itu juga diikuti oleh perkembangan media massa, seperti surat kabar, majalah, radio, dan televisi. Di surat-surat kabar dan majalah-majalah Islam tertentu bahkan disediakan "rubrik'’ tetap yang menyajikan tanya jawab berkenaan dengan hukum Islam.

Hal yang sama juga berlaku di beberapa radio dan televisi. Acara-acara keagamaan Islam di televisi, baik negeri maupun swasta, terutama di bulan Ramadan sangat semarak.

sumber : Ensiklopedi Hukum Islam
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement