REPUBLIKA.CO.ID, Ada titik pertemuan yang esensial antara pengambilan hukum ala Sarekat Islam. Muhammadiyah, dan Persis di satu pihak dan ala NUdi pihak lain.
Persamaan hasil keputusan hukum organisasi-organisasi itu jauh lebih banyak dari perbedaannya, apalagi dalam persoalan-persoalan yang baru muncul.
Bukan dalam masalah-masalah ibadah mahdah (murni), seperti masalah-masalah fikih yang berkaitan dengan keluarga berencana, perjudian, dan sebagainya.
Adapun organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Perhimpunan Umat Islam Indonesia (PUU) yang sama-sama menganut Mazhab Syafi'i, dalam menentukan ketetapan hukum, pada dasarnya sama dengan apa yang dilakukan oleh NU.
Perbedaannya terletak pada pendapat-pendapat ulama klasik Islam mana yang dapat diambil sebagai sumber pengambilan hukum Islam itu.
Jika Perti hanya mengambil pendapat ulama-ulama besar Mazhab Syafi'i, maka NU, karena menganut empat mazhab Ahlusunah waljamaah, tidak membatasi diri pada pendapat ulama mazhab itu, tetapi juga berusaha membandingkannya dengan pendapat ulama-ulama mazhab yang lain, yakni Hanafi, Maliki, dan Hanbali.
Setelah berdirinya Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang melibatkan seluruh organisasi massa Islam tersebut, banyak persoalan-persoalan keagamaan dibicarakan dan ditetapkan keputusan hukumnya oleh MUI.