REPUBLIKA.CO.ID,PURBALINGGA -- Anggota Komisi III Bambang Soesatyo menilai, ada yang yang tidak wajar dalam hal pemberian grasi oleh presiden kepada gembong narkoba Meirika Franola atau Ola. Bambang menilai banyak keganjilan dalam masalah pemberian grasi tersebut.
''MA menyatakan tidak pernah mengajukan permohonan grasi pada Presiden untuk terpidana Ola. Bahkan MA menyatakan, Ola tidak layak mendapat grasi. Tapi kenapa Presiden sampai bisa memberikan grasi, siapa yang memberi rekomendasi?'' kata Bambang, di Purbalingga, Kamis (15/11).
Dia mengakui, presiden belakangan memang telah membuat pernyataan yang akan meninjau ulang pemberian grasi tersebut. Namun menurutnya, kasus tersebut mestinya tidak hanya berhenti sampai disitu.
''Presiden harus mengusut, siapa yang sebenarnya telah memberikan rekomendasi permohonan pemberian grasi terhadap Ola, dan mengumumkan secara terbuka pada publik. Presiden tidak bisa hanya menyatakan bahwa grasi merupakan tanggung jawabnya, dan tak akan menyalahkan siapa-siapa,'' jelasnya.
Menurut Bambang, apa yang dilakukan Presiden justru memperkuat anggapan masyarakat bahwa ada ketidakwajaran yang terjadi di lingkungan Istana. Bahkan bisa menimbulkan kesan, Presiden tidak memiliki komitmen untuk memberantas peredaran narkoba di Tanah Air. ''Ini yang harus disadari Presiden,'' tegasnya.
Dia juga menyesalkan pernyataan Menseskab Dipo Alam, yang belakangan menyebutkan ada kongkalikong yang anggota DPR untuk menggerus dana APBN. Salah satunya yakni menyebutkan ada anggota DPR yang menyusupkan orang-orang partai ke kementerian untuk mengatur proyek tertentu, dan soal adanya penggelembungan anggaran untuk proyek yang akan diberikan pada pihak tertentu.
Bambang menilai, apa yang diungkapkan Menseskab tersebut merupakan salah satu bentuk pengalihan isu. Yakni, mengalihkan perhatian masyarakat dari soal pemberian grasi pada gembong narkoba, dengan cara menimbulkan kegaduhan politik.
''Seharusnya, Dipo Alam tidak perlu menyampaikan masalah itu pada media massa. Bila memang memiliki bukti soal praktik kongkalikong di DPR dengan kementerian, laporkan saja ke KPK untuk ditindak-lanjuti,''