REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Polemik pemberian grasi oleh presiden terus bergulir. Giliran komentar muncul dari anggota Komisi III DPR dari PKS, Indra yangmenyatakan grasi yang diberikan kepada terpidana narkoba, Meirika Franola, sangat janggal.
Persoalan itu, ujarnya, menandakan pemerintah saat ini tidak berkomitmen maksimal terhadap pemberantasan narkoba.
Menurutnya, ada empat poin yang menandakan kejanggalan dalam pemberian grasi ini. Pertama, fakta persidangan dan pertimbangan hukum putusan hakim mulai dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi, hingga Mahkamah Agung.
"Ketiganya memiliki penilaian yang sama bahwa Ola merupakan bagian dari sindikat peredaran narkoba, bukan seperti yang disampaikan SBY bahwa Ola hanya seorang kurir," ujar Indra, saat dihubungi, Jumat (16/11).
Kedua, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada dan telah dikuatkan dengan putusan MK, hukuman mati merupakan hukuman yang konstitusional. Dengan demikian, Indra menilai keputusan Presiden menghilangkan hukuman mati untuk Ola tidak tepat lantaran hanya karena melihat tren di negara lain yang cenderung hukuman mati menurun.
Ketiga, Indra melihat rasa kemanusiaan dan keadilan atas jutaan korban narkoba dan keluarga yang ditinggalkan seharusnya tidak diabaikan Presiden hanya demi seorang Ola.
"Keempat, Mahkamah Agung juga telah menyatakan tidak cukup alasan untuk memberikan grasi kepada Ola, tetapi kenapa SBY dan para stafnya terkesan mengabaikan rekomendasi MA tersebut. Sekarang semua semakin jelas dan tidak bisa dibantah lagi," kata Indra.