Sabtu 17 Nov 2012 13:26 WIB

Inikah Penyebab BP Migas Dibubarkan?

Pengunjung beraktifitas di dalam kantor BP Migas, Jakarta, Selasa (13/11).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pengunjung beraktifitas di dalam kantor BP Migas, Jakarta, Selasa (13/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Ikhsan Modjo mengatakan permasalahan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) sebenarnya ada pada struktur penguasaan dan pengelolaan yang buruk oleh domestik.

"Persoalannya kan kayak tambang yang 60-70 persen yang sebenarnya dikuasakan kepada bupati, provinsi baru pemerintah pusat, tidak dilakukan secara optimal," katanya dalam diskusi Polemik di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (17/11).

Menurut Ketua DPP Demokrat tersebut, selain lifting minyak yang menurun, tatanan pengelolaan sumber daya juga tidak efektif dilihat dari turunnya jumlah eksplorasi dan kenaikan 'cost recovery'.

Ia mengatakan, dalam masalah administrasi pengelolaan eksplorasi pun hasilnya tidak dinikmati oleh sebagian besar rakyat. Padahal secara porsi, pemerintah daerah punya porsi yang besar. "Hal itu disebabkan adanya masalah tumpang tindih, dan kurang modal di mana ada masalah di hulu di situ," kata dia.

Artinya perusahaan nasional tidak beres 'mendeliver' hasil migas ini seperti yang diharapkan. Ia mengatakan tidak setuju jika BP Migas dilkembalikan kepada Pertamina pascadikabulkannya gugatan Pembubaran BP Migas oleh MK. Jika itu kembali pada pertamina, maka akan kembali pada persoalan konflik kepentingan seperti pada era 2000-an.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi BP Migas dalam UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Fungsi dan tugas Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan oleh pemerintah, kementerian terkait, sampai diundangkannya undang-undang yang baru yang mengatur hal tersebut," kata Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dalam amar putusannya.

MK menyatakan frasa 'dengan Badan Pelaksana dalam Pasal 11 ayat (1), frasa melalui Badan Pelaksana dalam Pasal 20 ayat (3), frasa berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan dalam Pasal 21 ayat (1), frasa Badan Pelaksana dan dalam Pasal 49 UU Migas' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement