Senin 19 Nov 2012 19:15 WIB

'Karena Muhammadiyah, NU Juga Lahir'

Rep: Indah Wulandari/ Red: Djibril Muhammad
 Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyambut peserta di tengah derasnya hujan dalam acara Milad Seabad Muhammadiyah di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Ahad (18/11).  (Republika/Aditya Pradana Putra)
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyambut peserta di tengah derasnya hujan dalam acara Milad Seabad Muhammadiyah di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Ahad (18/11). (Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Milad Satu Abad Muhammadiyah ternyata menuai rasa syukur dan pengharapan dari ormas terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama. Cita-cita menelurkan generasi cendekiawan berintelektual serta berakhlak tinggi diyakini bisa menghapus segala perbedaan yang berpangkal dari amaliyah.

"NU berterima kasih pada kelahiran Muhammadiyah. Karena Muhammadiyah, NU juga lahir dan berkembang. Kedua organisasi ini juga ingin terus meningkatkan perlombaan mengejar fastabiqul khoirot (berlomba-lomba menuju kebaikan) dengan mengesampingkan perbedaan karena pemahaman keislaman," papar Ketua Pengurus Besar NU KH Slamet Effendy Yusuf, Senin (19/11).

Keinginan besar mewujudkan yang terbaik bagi bangsa, ulas Slamet, nyatanya tidak merusak hubungan Muhammadiyah-NU. Meskipun, ideologi serta praktik di tataran syariah amaliyah berbeda. Seiring zaman, organisasi bentukan KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari mengembangkan bidang sosial, ekonomi, hingga pendidikan.

"Kedua organisasi ini saling melengkapi perjalanan umat Islam di Indonesia. Seluruh bangsa harus berterima kasih pada NU maupun Muhammadiyah yang melahirkan basis kemasyarakatan Islam Nusantara di tengah heterogenitas bangsa," ungkap Slamet.

Gerakan kedua organisasi yang disertakan bersama program-program sosial kemasyarakatan juga dipandangnya mampu memperlihatkan pada dunia jika umat Islam bisa berkiprah di segala bidang. Terbukti dari jumlah cendekiawan, intelektual, dan ulama yang kian hari bertambah karena terlahir dari rahim NU maupun Muhammadiyah.

Para cerdik cendekia ini pun, lanjut dia, membuka jalur komunikasi internasional. Sehingga kalangan Muslim Indonesia bisa belajar serta berinteraksi ke seantero jagad. "Inilah dua organisasi pemasok terbesar kecendekiawanan di Indonesia. Hanya soal waktu saja kita menunggu kebangkitan intelektual Muslim yang membawa kejayaan Islam dari Indonesia," terang Slamet.

Di sisi lain, Slamet mengkritisi pola hubungan yang sedikit ternodai insiden penentuan bulan Qomariyah. Menurutnya, harus ada upaya cepat untuk menghapus rasa enggan untuk bergandengan tangan lagi antara NU-Muhammadiyah. Apalagi, persoalannya masih bisa dirembuk dan dimusyawarahkan dengan dalil keilmuan serta dicari jalan tengahnya.

"Kedua pihak harus berembuk dan mengambil keputusan untuk menetapkan metode ru'yah. Sehingga tidak lagi mempertontonkan perbedaan yang membuat bingung umat," tegas Slamet.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement