REPUBLIKA.CO.ID, Sebagai kelompok minoritas, Muslim di Bahama kerap mendapat perlakuan diskriminatif.
Hal inilah yang membuat kegiatan dakwah di negara tersebut harus melewati jalan terjal.
Stasiun televisi, misalnya, menolak menayangkan program yang mengungkapkan ajaran Islam yang sesungguhnya, yakni penuh kedamaian.
Koran lokal juga tak mau meliput acara yang ada hubungannya dengan Islam dan Muslim. Media massa pun masih menggunakan kata "fundamentalis" dan "ekstremis" setiap kali membahas Islam.
Pemerintah pun membatasi kesempatan umat Islam untuk berpartisipasi dalam dunia politik dan sosial. Selain itu, Muslimah masih mendapatkan hambatan ketika tampil di tengah masyarakat dengan mengenakan jilbab.
Mengingat banyaknya tantangan yang harus dihadapi dalam mendakwahkan Islam, kaum Muslim di Bahama dituntut untuk kreatif. Mereka, misalnya, bekerja sama dengan sejumlah tokoh Islam dari AS untuk berdakwah di Bahama setidaknya selama dua pekan.
Mereka diminta berceramah di seminar tentang Islam. Mereka juga melakukan dakwah di jalanan, melalui siaran radio dan forum diskusi. Digelar pula pameran tentang sejarah Islam.
Kaum Muslim di Bahama juga aktif melakukan kegiatan sosial, misalnya mendistribusikan pakaian bagi yang membutuhkan dan menyelenggarakan pengobatan gratis.
Mereka juga aktif membantu menyelesaikan sejumlah masalah sosial, seperti kasus kehamilan di kalangan remaja, kekerasan, dan kejahatan lainnya. Walau diadang banyak tantangan, komunitas Muslim setempat menilai, Bahama merupakan daerah yang kondusif untuk menyebarkan Islam.