REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Advokat Indonesia menyatakan moratorium total menjadi jawaban terhadap beberapa kasus tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia.
Pemerintah kita perlu melakukan Moratorium secara menyeluruh baik untuk tenaga kerja di sektor domestik atau pembantu rumah tangga, konstruksi, perkebunan, jasa, industri agar menarik perhatian Pemerintah Malaysia untuk memberikan perlindungan hukum yang lebih konkrit kepada TKI, kata kata Ketua Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Humphrey R Djemat, dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa (20/11).
Humphrey mengatakan, sektor perkebunan di Malaysia sangat bergantung pada pengiriman TKI, dan hal ini tidak bisa tergantikan oleh tenaga kerja dari negara lainnya. Hal yang sama juga terjadi pada sektor domestik atau pembantu rumah tangga.
Menurutnya, tindakan Pemerintah Indonesia untuk melakukan moratorium secara menyeluruh akan menarik perhatian Pemerintah Malaysia untuk memberikan perlindungan hukum yang lebih konkrit kepada TKI. Sebagai Mantan Juru Bicara Satuan Tugas TKI, Humphrey Djemat menilai kurang adanya koordinasi dan upaya penanganan perlindungan hukum secara konseptual yang dilakukan Pemerintah.
Padahal, kata dia, pada saat Satgas TKI masih melakukan pendekatan secara efektif dengan berbagai pihak di Malaysia, koordinasi berjalan dengan baik sehingga banyak TKI yang telah dilepaskan dari ancaman hukuman mati.
Humphrey mengatakan, kelebihan dari Satgas TKI adalah koordinasi yang baik dengan berbagai Kementerian, tindakan yang cepat dan efektif, serta penanganan bersifat konseptual dan berjangka panjang bagi para TKI.
Kementerian yang ada kurang bisa mengoptimalkan pencapaian yang dilakukan satgas. Sampai saat ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum secara resmi membubarkan Satgas TKI. Namun, kata dia, berdasarkan Keputusan Presiden, masa kerja Satgas telah berakhir sampai dengan tanggal 7 Juli 2012.