REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar obligasi di kawasan asia tetap tumbuh di tengah berbagai potensi ancaman krisis ekonomi global. Laporan Asia Bond Monitor yang diterbitkan Asian Development Bank (ADB) mencatat volume nilai obligasi untuk mata uang lokal mencapai 6,2 triliun dollar AS.
Volume tersebut tumbuh 3,5 persen pada September 2012 lebih besar dibandingkan akhir Juni 2012 (Q to Q) dan tumbuh 11 persen dibandingkan tahun lalu. Kepala Kantor ADB untuk Integrasi Ekonomi Regional, Iwan Azis menjelaskan obligasi pemerintah terus mendominasi dengan nilai obligasi yang beredar 4,1 triliun dollar AS pada akhir September.
Meski demikian, kondisi perekonomian di Amerika Serikat dan Cina menimbulkan risiko bagi pasar obligasi di kawasan ini. "Ada sejumlah risiko pasar obligasi lokal. Amerika Serkat dapat jatuh karena hambatan fiskal dan kepemimpinan Cina yang baru harus berurusan dengan pertumbuhan ekonomi," ujar Iwan di Jakarta, Kamis (21/11).
Selain itu, volatilitas arus modal yang masuk dan peningkatan inflasi menjadi ancaman potensial. Efek samping volatilitas pada pasar obligasi maju kepada pasar obligasi lokal menimbulkan risiko yang besar. Sehingga, goncangan eksternal dan volatilitas semakin sering terhubung antar pasar domestik dan pasar seluruh asia.
"Sehingga, otoritas regulasi di asia perlu memantau dan mengoordinasikan kebijakan pasar nasional maupun regional dan global," ujarnya.
Imbal hasil obligasi di sebagian negara asia pun menurun pada kuartal tiga. Hal tersebut disebabkan tingkat inflasi yang moderat, kinerja ekonomi yang kuat, dan stabilnya permintaan investor.
Akan tetapi, ujarnya, hal tersebut tidak termasuk untuk Cina. Pasalnya, kekhawatiran atas perlambatan pertumbuhan ekonomi dan inflasi telah mendorong imbal hasil menjadi lebih tinggi.
Khusus untuk pasar obligasi rupiah, indonesia telah meningkat 0,4 persen (Q to Q) menjadi 110 miliar dollar AS pada triwulan tiga. Sementara, tumbuh 7,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu (Y on Y).
Pasar obligasi korporasi Indonesia pun terus berkembang 0,4 persen sementara pasar obligasi pemerintah menyusut 0,1 persen dibanding triwulan sebelumnya.