REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - PT Chevron Pasific Indonesia memprotes perpanjangan penahan karyawan perusahaan migas yang beroperasi di Riau itu oleh Kejaksaan Agung. Penahanan ini terkait proyek bioremediasi Chevron yang dituding merugikan negara.
Presiden Direktur Chevron A. Hamid Batubara menyatakan perusahaan itu dan para karyawan terus bekerjasama sepenuhnya dengan Kejagung. "Kami sangat berharap atas sidang praperadilan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang sedang menguji sah tidaknya alasan penahanan karyawan kami," tegasnya, Jumat (23/11).
Namun mewakili karyawan dan keluarganya, ia menuturkan pihaknya sangat kecewa dan memprotes keras pengumuman saat ini bahwa Kejaksaan Agung akan memperpanjang penahanan karyawan dalam kasus bioremediasi selama 30 hari ke depan. Ia menganggap hal ini tak lazim diambil Kejagung.
Pasalnya ini dilakukan sebelum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membuat keputusan atas praperadilan. "Hal ini masih sedang diperiksa keabsahan penyelidikannya, penerapan prosedur hukumnya dan penghormatan hak-hak asasi manusia warga negara Indonesia yang dilakukan oleh Kejagung dalam kasus ini," jelasnya.
Lagipula, kata dia, dalam sidang praperadilan sampai saat ini tidak ada bukti yang disampaikan oleh Kejagung yang membuktikan adanya kerugian negara. Tidak juga ada bukti yang menyatakan terdapat aktivitas melawan hukum yang dilakukan para karyawan CPI.
"Tidak ada alasan yang jelas yang disampaikan oleh Kejagung mengapa karyawan-karyawan ini dijadikan tersangka atas keterlibatan mereka dalam program lingkungan yang terbukti sukses dan disetujui oleh pemerintah," ujarnya. Ia yakin penahanan oleh Kejagung atas karyawan Chevron tidak disertai bukti-bukti adanya tindakan kriminal.
Ditekankannya pula, karyawan yang di tahan merupakan ayah dan ibu yang dikenal baik di lingkungannya dan di industri. Menurutnya penahan ini telah dipisahkan dari keluarga mereka selama hampir dua bulan.
Meski sudah ada jaminan bahwa mereka akan hadir di persidangan, permintaan penangguhan penahanan sebelum persidangan terus ditolak. "Bahkan salah satu karyawan, seorang wanita, sempat dimasukkan ke dalam sel tahanan laki-laki," katanya.
Ia menilai perpanjangan masa penahan ini tak rasional. "Kejagung kembali memperpanjang masa penahanan mereka tanpa alasan yang sah dan bisa dipahami," katanya lagi.
Sementara itu, Managing Director Chevron IndoAsia business unit Jeff Shellebarger menyatakan prihatin dan khawatir atas tidak dihormatinya hak-hak hukum, hak sipil dan hak asasi para karyawan. "Karyawan kami memiliki hak untuk mengetahui alasan dijadikan tersangka dan alasan ditahan oleh Kejagung," ujarnya.
Perusahaan terus memberikan dukungan penuh untuk mempertahankan hak dan reputasi karyawan dan keluarganya. Ia berharap Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan berlaku adil dan obyektif terhadap fakta-fakta yang ada dalam memeriksa kasus ini.