Jumat 23 Nov 2012 13:38 WIB

Wali Anak Perempuan (1)

Rep: Syahruddin El-Fikri/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Walinya adalah orang yang terdekat dengan si perempuan yang berasal dari pihak laki-laki.

Dalam Islam, salah satu faktor utama dalam pernikahan adalah wali, yakni orang yang akan menikahkan mempelai perempuan.

Mayoritas ulama berpendapat, keberadaan wali adalah mutlak (harus ada). Jika tidak ada wali, maka dianggap tidak ada pernikahan.

Apakah wali nikah itu termasuk syarat atau rukun, para ulama berbeda pendapat. Ada yang menyatakan, wali nikah termasuk syarat pernikahan, namun ada pula yang memasukkannya dalam rukun nikah.

Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu habis masa iddah-nya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya. (QS al-Baqarah [2]: 232).

Mayoritas ulama memasukkan status wali ke dalam syarat pernikahan. Keberadaan wali dianggap sama dengan status saksi. Kendati merupakan syarat, maka ia (wali) harus ada. Dan dianggap tidak sah, bila tidak ada wali atau saksi.

Rasulullah SAW bersabda: Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali. (HR al-Khamsah kecuali an-Nasa’i, disahihkan Syekh Nasiruddin Al-Albani dalam al-Irwa` no 1839).

Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda, “Perempuan mana saja yang menikah tanpa izin wali-walinya maka nikahnya batil, nikahnya batil, nikahnya batil.” (HR Abu Dawud no 2083, disahihkan Syekh Nasiruddin Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud).

Siapakah yang berhak menjadi walinya perempuan? Para ulama menetapkan, yang paling berhak menjadi wali adalah ayah si perempuan. Para ulama membagi wali dalam dua jenis, yakni wali nasab (orang yang memiliki garis keturunan), dan wali hakim (orang yang ditunjuk apabila tidak ada wali nasab).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement