REPUBLIKA.CO.ID,HAVANA-- Pemerintah Kolombia dan Angkatan Kiri Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) memulai dialog di Oslo, ibu kota Norwegia, pada 18 Oktober. Dialog bertujuan mengakhiri konflik setengah abad yang telah menewaskan ratusan ribu orang. Perundingan itu dilanjutkan sebulan kemudian di Havana, Kuba.
Tiga upaya sebelumnya untuk mengakhiri konflik itu telah gagal. Babak perundingan terakhir yang diadakan pada 2002 tak berarti apa-apa ketika pemerintah Kolombia menyimpulkan bahwa kelompok itu menyatukan diri lagi di sebuah zona demiliterisasi seluas Swiss. Zona itu mereka bentuk untuk membantu mencapai perjanjian perdamaian.
Kekerasan juga masih terus berlangsung meski upaya-upaya perdamaian dilakukan oleh kedua pihak. Pihak berwenang Kolombia mengatakan pada 12 November, gerilyawan FARC menyerang sebuah kantor polisi dengan bom-bom rakitan, mencederai 25 orang.
Lebih dari 60 rumah di kota Suarez juga rusak akibat ledakan-ledakan pada 11 November larut malam di wilayah Cauca, kata Kolonel Polisi Ricardo Alarcon.
Pada 20 Oktober, lima prajurit Kolombia tewas dalam bentrokan dengan gerilyawan FARC, hanya beberapa hari setelah perundingan perdamaian dimulai di Norwegia.
Gerilyawan bersenjata yang membawa "bom tidak biasa" menyerang sebuah patroli militer di kota wilayah baratdaya, Puerto Asis, yang berbatasan dengan Ekuador, kata militer di situs beritanya. Tiga prajurit lain cedera dalam serangan tersebut, bunyi pernyataan tersebut.
Serangan tengah malam itu dilakukan sehari setelah jet angkatan udara mengebom sebuah kamp kelompok pemberontak FARC di daerah pesisir Pasifik dekat perbatasan dengan Panama. Sedikitnya dua orang dilaporkan tewas.
FARC, kelompok gerilya kiri terbesar yang masih tersisa di Amerika Latin, menurut pekiraan pemerintah, diyakini memiliki sekitar 9.200 anggota di kawasan hutan dan pegunungan di Kolombia. Lelompok itu memerangi pemerintah Kolombia sejak 1964.
Pemimpin FARC Timoleon Jimenez pada April membantah bahwa usulan negosiasi dengan pemerintah mengisyaratkan gerilyawan berniat segera menyerahkan diri.
Pemimpin FARC itu mengatakan, kesenjangan kaya-miskin di Kolombia harus menjadi salah satu masalah yang dibahas dalam perundingan mendatang.