REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Jawa Timur (Jatim) yang telah ditetapkan Gubernur, Sabtu (24/11), ternyata tidak serta merta diterima serikat Buruh.
Sekjen Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Jawa Timur, Jamaludin, mengatakan serikat Buruh sudah sepakat menolak UMK 2013 yang telah ditetapkan tersebut. Bahkan MPBI Jatim mengancam akan kembali turun ke jalan dengan massa yang lebih besar.
"Kami seperti dikhianati Gubernur karena sebelumnya Pakde Karwo (Gubernur Jatim Soekarwo—red) sudah sepakat dengan 133 persen dari KHL," ujarnya, Ahad (25/11).
Untuk itu, lanjut dia, MPBI yang beranggotakan 25 elemen buruh se-Jatim kembali akan turun ke jalan berdemonstrasi menuntut penjelasan dari Gubernur. "Kami sedang rapatkan kapan waktu demonstrasi. Insya Allah, demo ini akan lebih besar dengan kurang lebih 50 ribu massa buruh," ujarnya.
MPBI Jatim yang diwakili Jamaludin, pada Jumat (23/11) menyepakati prosentase tertinggi 133 persen dari Komponen Hidup Layak (KHL) di ring I, atau sebesar Rp 1.895.250.
Namun kenyataannya, kesepakatan itu berubah pada keputusan UMK 2013 yang disahkan Gubernur Sabtu lalu. Jamaludin menduga ada tekanan dari para pengusaha yang merubah UMK yang dianggap 'jalan tengah' dimana telah disepakati Dewan Pengupahan. "Kami serikat buruh sangat kecewa dengan tindakan Gubernur ini," terangnya.
Ketika dikonfirmasi, Ketua Dewan Pengupahan Provinsi, Edi Purwinarto, mengatakan keputusan UMK tersebut kewenangan akhir berada di tangan Gubernur. "Dan keputusan UMK sebesar Rp 1.74 itu sudah berdasarkan pertimbangan kemanfaatan bersama dari sisi Buruh dan Pengusaha," katanya.
Karenanya, ia meminta para Buruh untuk memaklumi pertimbangan UMK 2013 ini. Tentunya dengan tanpa mengurangi beberapa masukan dari Buruh yang menginginkan UMK tertinggi Rp 1.895.250, Pengusaha menginginkan Rp 1.567.000 dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) yang menganjurkan kenaikan yang signifikan.