REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Militer Suriah melakukan serangan udara ke Deir Al-Asafir, sebuah desa di sekitar 12 kilometer dari Damaskus yang dikuasai oposisi, Ahad (25/11). Sepuluh anak yang tengah bermain di lapangan tewas akibat serangan jet tempur tersebut.
Rekaman video yang diunggah oposisi menggambarkan kondisi pascaserangan. Warga nampak mengumpulkan tubuh anak-anak yang terkoyak akibat pecahan meriam. Mayat dua anak perempuan, masing-masing mengenakan pakaian ungu dan merah tewas akibat luka di leher dan kepala.
Seorang wanita menangis tersedu sembari memeluk salah satu mayat bocah tersebut. Dua anak laki-laki juga nampak dalam video tersebut, tewas akibat tertembak di kepala dan wajah. Para pria dewasa menemukan dua mayat lain. "Tak satu pun dari korban tewas berusia lebih dari 15 tahun. Terdapat dua wanita di antara 15 orang terluka, sebagian besar mereka berada di halaman rumah (saat serangan udara berlangsung)," ujar seorang aktivis oposisi, Abu Kaseem.
Kaseem mengatakan, para pejuang oposisi tak berada di desa tersebut saat serangan udara berlangsung. Sehingga, seluruh korban merupakan warga sipil. "Tak ada pejuang di Deir Al-Asafir ketika pengeboman terjadi. Mereka beroperasi di perbatasan. Ini adalah pengeboman tanpa pandang bulu," tuturnya.
Menurutnya, amunisi yang dijatuhkan oleh jet tempur merupakan bom cluster. Video pun menunjukkan deretan bekas ledakan bom. Oposisi mengatakan, sedikitnya 70 bom kecil dari bom cluster tersebut meluncur menyerang desa.
Sementara pihak militer Suriah tak memberikan komentar terkait serangan tersebut. Namun media setempat mengabarkan, tentara telah melakukan serangan dengan tujuan membersihkan daerah yang dikuasai oposisi.
Awal bulan, kepala urusan politik PBB pun memberikan laporan kepada Dewan Keamanan PBB yang menyatakan militer Suriah menggunakan bom cluster. Jenis bom yang mampu menyebarkan bom-bom kecil tersebut digunakan rezim Suriah dalam perang sipil melawan oposisi yang telah berlangsung 20 bulan tersebut.
Namun pihak Suriah membantah laporan tersebut. Pemerintah Suriah dibawah Bashar Al-Assad mengaku tak memiliki bom jenis tersebut. Dunia internasional telah melarang penggunaan bom pemusnah massal tersebut di bawah perjanjian PBB tahun 2010. Namun empat negara belum menandatangani pakta tersebut, yakni Suriah, Israel, Rusia, dan Amerika Serikat.
Perang sipil Suriah mencuat sejak Maret 2011 lalu. Unjuk rasa yang menuntut Assad mundur dari jabatan presiden pun berubah menjadi kekerasan. Perang sipil pun terjadi antara oposisi dan militer Assad hingga kini. Assad menegaskan tak akan meninggalkan jabatannya. Sementara oposisi bersikeras menggulingkan presiden.