REPUBLIKA.CO.ID, Setelah awal perhitungan tahun Islam ditentukan, terjadi silang pendapat lagi untuk menentukan bulan apa yang dipakai sebagai permulaan tahun baru.
Ada yang berpendapat Rabiul Awal karena saat itu dimulai perintah hijrah dari Makkah ke Madinah. Pendapat lain mengatakan, bulan Ramadhan karena di bulan itu diturunkannya Alquran.
Tapi, silang pendapat ini tidak berjalan lama setelah sebagian besar dari kalangan sahabat, seperti Umar, Utsman, dan Ali sepakat bahwa tahun baru Islam dimulai dari Muharram, sebuah bulan ketika banyak hal atau aktivitas diharamkan.
Di antaranya, tidak boleh mengobarkan peperangan kecuali dalam keadaan diserang, sebagaimana firman Allah dalam Surah al-Baqarah ayat 191 dan 194.
Nama-nama bulan dalam kalender Hijriah lainnya diambil dari nama-nama bulan yang telah ada dan berlaku pada masa itu di wilayah Arab. Yaitu, Muharam, Shafar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya'ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah.
Empat bulan haram bagi umat Muslim, yakni ketika peperangan atau pertumpahan darah dilarang adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Pada keempat bulan tersebut, kaum Muslimin diharapkan melakukan amalan ketaatan sebanyak-banyaknya.
Sementara, nama-nama hari di dalam kalender Hijriah adalah al-Itsnayn (Senin), ats-Tsalaatsa' (Selasa), al-Arba'aa /ar-Raabi' (Rabu), al-Khamsatun (Kamis), al-Jumu'ah (Jumat), as-Sabat (Sabtu), dan al-Ahad (Minggu).
Menurut perhitungan, dalam satu siklus 30 tahun kalender Hijriah, terdapat 11 tahun kabisat dengan jumlah hari sebanyak 355 hari dan 19 tahun dengan jumlah hari sebanyak 354 hari.
Dalam jangka panjang, satu siklus ini cukup akurat hingga satu hari, sekitar 2.500 tahun. Sedangkan dalam jangka pendek, siklus ini memiliki deviasi satu sampai dua hari.