Selasa 27 Nov 2012 00:03 WIB

Lukam Hakim: Penyelesaian Boediono Secara Tata Negara

Lukman Hakim Saifuddin
Lukman Hakim Saifuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin mengatakan penyelesaian kasus pemberian dana talangan Bank Century yang menyangkut nama Wapres Boediono dilakukan melalui mekanisme hukum tata negara berupa pengajuan Hak Menyatakan Pendapat oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Lebih baik selesaikan dulu secara hukum tata negaranya," kata Wakil MPR Lukman Hakim Saifuddin pada diskusi Empat Pilar Negara di gedung DPR/MPR/DPD Senayan Jakarta, Senin (26/11).

Diskusi yang diselenggarakan MPR yang mengambil tema 'Century; Antara Hak Menyatakan Pendapat dan KPK' tersebut, menghadirkan nara sumber Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin, Dosen FHUI Akhiar Salmi dan koordinator ICW Febridiansyah.

Meskipun tambah Lukman dirinya tidak dalam posisi untuk mendorong Hak Menyatakan Pendapat. Karena menurut Lukman kasus Bank Century ini sangat besar dan banyak pihak yang terlibat.

Lukman menegaskan bahwa penyelesaian kasus BC ini jangan direduksi hanya persoalan Boediono. Sehingga tambahnya seolah-olah hanya karena wapres Boediono tak bisa diperiksa maka berhenti.

Lebih lanjut Lukman menegaskan untuk pengajuan HMP maka DPR tidak harus membuktikan atau tidak harus menunggu bukti-bukti dalam hal pidana. Karena tambah Lukman dalam HMP nanti pembuktian dilakukan justru di Mahkamah Konstitusi RI.

Sementara untuk proses pidananya, tambah Lukman maka hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan KPK. Namun tambah Lukman ketika proses itu menyangkut presiden dan wapres maka tak bisa berlaku serta merta.

Menurut Lukman Hakim Saifuddin Presiden dan Wapres memang WNI namun memiliki kekhususan. Meskipun Lukman menegaskan bahwa betul pada dasarnya dihadapan hukum semua WNI sama perlakuannya.

"Seorang presiden dan wapres, dia tidak lagi menjadi warga negara biasa karena jabatannya tersebut, ada pengecualian" kata Lukman.

Lukman mencontohkan adanya mekanisme pemakzulan, yang hal itu merupakan pengecualian yang tak sama dengan WNI lainnya. Kemudian tambah Presiden juga memiliki kewenangan untuk berikan amnesty, abolisi, dan grasi.

"KPK memang punya kewenangan penuh, tapi kalau menyangkut wapres atau presiden maka dia tak bisa diproses hukum pidana, karena pelanggaran hukum yang dilakukan Presiden dan wapres penyelesaiannya hukum tata negara yakni pemakzulan," beber Lukman.

Menurut Lukman Hukum pidana baru bisa bekerja setelah seseorang sudah tidak lagu menjabat sebagai presiden dan wapres. Lukman justru sangat mengkhawatirkan terjadinya kekacauan tata negara jika secara berbarengan seorang Wapres diproses secara pidana dan sekaligus tata negara.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement