REPUBLIKA.CO.IDJAKARTA--Perwakilan empat gubernur dari empat provinsi di Kalimantan, Senin (26/11), sepakat meminta tambahan kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebanyak 85.000 kiloliter untuk seluruh Kalimantan.
Kesepakatan tersebut adalah keputusan rapat yang digelar di Borneo Ballroom, Hotel Novotel, di Balikpapan. Para perwakilan pemerintah provinsi tersebut, yaitu Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
Mereka juga sepakat untuk menolak program Satu Hari Tanpa BBM Bersubsidi yang diusulkan Badan Pengatur Usaha Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) pada 2 Desember 2012.
Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak mengatakan tuntutan penambahan kuota BBM ini untuk antisipasi melonjaknya permintaan menjelang akhir tahun.
Menurut Gubernur Awang, BPH Migas perlu berkomitmen untuk menaati kesepakatan pada 30 Mei 2012 lalu di Banjarmasin sehingga tidak sampai terjadi lagi antrean panjang masyarakat untuk membeli BBM.
"BPH Migas perlu konsisten terhadap kesepakatan yang dibuat bersama untuk mengembalikan kuota yang ada tersebut. Selain itu, kami juga meminta tambahan sekitar 85.000 kiloliter BBM Bersubsidi untuk memenuhi kebutuhan di daerah," tegas Awang.
Gubernur Kalimantan Timur juga menyatakan kekecewaannya atas ketidakhadiran perwakilan BPH Migas meski sudah diundang perihal pembahasan kuota BBM Bersubsidi tersebut.
Menurutnya, BPH Migas wajib hadir sebagai badan pengatur yang mengelola pendistribusian dan pengawasan bahan bakar bersubsidi.
Wakil Gubernur Kalimantan Tengah Achmad Diran menambahkan pemerintah daerah di Kalimantan selama ini telah mengikuti kesepakatan tersebut mulai dari penghematan hingga pengawasan penggunaan.
Pihaknya bahkan terus mengencangkan ikat pinggang dalam hal penggunaan BBM Bersubsidi.
"Kalau terus dihemat sementara kesepakatan tidak dijalankan oleh BPH Migas, kami pasti mati lemas. Apa ya pantas kalau tikus mati di lumbung padi," kata Diran.
Wakil Gubernur Kalimantan Barat Christiandy Sanjaya juga menambahkan seharusnya pemberian kuota BBM Bersubsidi tidak hanya didasarkan pada jumlah penduduk di suatu daerah.
Kalimantan yang memiliki sebaran penduduk tidak merata, tambahnya, memiliki karakteristik yang berbeda sehingga konsumsi bahan bakarnya bisa melebihi perkiraan.
Sanjaya menyebutkan kuota BBM Bersubsidi seharusnya juga mempertimbangkan jarak tempuh jalan, baik di darat maupun di sungai, kondisi geografis, serta pertumbuhan ekonomi di suatu daerah.
Menurutnya, penambahan variabel tersebut bisa berdampak terhadap ketepatan alokasi kuota sehingga kondisi semacam ini tidaka terus berulang setiap tahun.
"Kita di Kalimantan ini juga mengukur lama perjalanan di sungai, untuk sebuah kapal motor kecil itu berapa konsumsi BBMnya, itu juga harus dimasukkan sebagai variabel," kata Sanjaya.
Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Umi Asngadah mengatakan pihaknya akan mengajukan tuntutan ini ke dalam rapat bersama dengan BPH Migas.
Selain itu, pihaknya juga berencana untuk mengusulkan kepada DPR mengenai persetujuan penambahan kuota BBM Bersubsidi sebesar 1,2 juta kiloliter secara nasional.
"Angka itu [1,2 juta kiloliter] merupakan asumsi dari kemungkinan kelebihan kuota di akhir tahun karena Pertamina melepaskan kebijakan pengitiran (tidak lagi membatasi kuota)," jelas Direktur Asngadah.
Pembicaraan tersebut juga membahas pembayaran subsidi bahan bakar kepada Pertamina. Apabila kelebihan kuota tersebut tidak ditanggung pemerintah, Pertamina diperkirakan akan menanggung kerugian sekitar Rp 4,65 triliun.