REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Badan Reserse Kriminal Polri belum menerima surat dari Komisi Yudisial untuk mengusut dugaan tindak pidana oleh Hakim Agung Achmad Yamanie. Pengusutan itu terkait dugaan pemalsuan vonis gembong narkoba Hengky Gunawan.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Sutarman, di Jakarta, Kamis (29/11) mengatakan hingga Kamis petang, belum menerima surat dari Komisi Yudisial maupun Mahkamah Agung mengenai laporan atau fakta-fakta tentang dugaan pemalsuan itu.
"Belum diterima," kata Sutarman melalui pesan singkat. Untuk mengusut kasus itu, kepolisian membutuhkan informasi awal mengenai kasus itu untuk membantu proses penyelidikan dan penyidikan.
"Unsur pidana diharapkan 'sharing' kepada kita, sangat penting nanti kita mendapatkan informasi awal peristiwa itu, sehingga penyidik akan mempelajari dan melakukan penyelidikan," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Boy Rafli Amar.
Sebelumnya, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Suparman Marzuki meminta kepolisian mengusut dugaan pemalsuan dokumen negara tersebut. Menurut Suparman, selain dibawa ke Majelis Kehormatan Hakim, tindakan Hakim Yamanie juga harus dibawa ke ranah pidana.
"MA juga salah kenapa kok justru meminta AY mundur," katanya. MA mengakui mundurnya Hakim Agung Yamani, selain karena alasan sakit juga ada alasan lain, yakni lalai dalam menuliskan vonis untuk gembong narkoba Hengky Gunawan.
Menurut juru bicara Mahkamah Agung Djoko Sarwoko, dalam putusan Peninjauan Kembali Nomor 39 PK/Pid.Sus/2011 itu, Yamanie membuat tulisan dengan tangan yang menyatakan vonis bos pabrik narkoba itu adalah 12 tahun penjara. Padahal, majelis hakim lain memutuskan hukuman 15 tahun penjara.
Henky Gunawan adalah pemilik pabrik ekstasi di Surabaya yang telah divonis Pengadilan Negeri Surabaya 17 tahun penjara. Atas putusan tersebut, Hengky mengajukan banding dan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya menambah hukumannya menjadi 18 tahun penjara.
Produsen narkoba itu kembali berupaya ke MA dengan mengajukan kasasi, namun putusan peradilan tertinggi memutus hukuman mati kepadanya.Mendapatkan putusan mati itu, Hengky mengajukan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) dan oleh majelis hakim PK Hakim Agung Imron Anwari, Hakim Nyak Pha, dan Ahmad Yamani, hukuman Hengky dipangkas menjadi 15 tahun penjara.