REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Perusahaan radio dalam kondisi kritis. Apalagi arus penambahan status radio swasta komersial sejak awal reformasi semakin cepat.
Sebelum reformasi hanya ada 16 radio, sedangkan sekarang setelah reformasi di Yogyakarta sudah ada 40 radio.
''Dari 40 radio tersebut hanya 19 radio yang tergabung dalam PRSSNI, kata Ketua Pengurus Daerah (PD) PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia) DIY Zamawie pada Sidang Paripurna II PD PRSSNI DIY di Yogyakarta, Kamis (29/11).
Hal senada juga dikemukakan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DIY Rahmat M Arifin bahwa persaingan usaha bidang siaran radio swasta komersial semakin berat, baik di tingkat pusat maupun daerah. Radio swasta komersial hidup dari perolehan jasa periklanan. Sementara peluang pemasang iklan di radio kian tipis hanya sekitar 0,9 persen.
Dia mengungkapkan sekarang di DIY terdaftar 40 radio swasta yang terdiri dari: 38 radio masuk dalam frekuensi FM dan 2 diantaranya masuk AM yakni Konco Tani dan Suara Kenanga. Karena itu, kata Rahmat, maklum saja jika ada radio yang hanya satu sampai dua tahun kemudian tutup. Menurut dia, idealnya di DIY jumlah radio di Yogyakarta hanya 16 radio.
Di tingkat nasional ada 2.800 pemohon radio swasta komersial. Hal itu akan membuat kue iklan semakin kecil. Sementara anak muda sekarang banyak yang meninggalkan media radio dan mereka lebih suka menggunakan internet. Hal ini bisa dilihat dari jumlah audiens radio yang turun drastis dibandingkan tahun 1990-an.
''Waktu itu ketika cerita saur sepuh disiarkan melalui radio, audiensnya mencapai 90 persen, sedangkan sekarang audiens radio hanya tinggal 37 persen,''ungkap dia.