REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi dan Informasi, Heru Lelono, mengikuti drama Sutan Bhatoegana yang akhirnya meminta maaf ke Ibu Nuriah Abdurahman Wahid dan keluarga. Menurutnya, hal itu menambah kekayaan pendidikan etika berpolitik bagi semua pihak.
"Saya tidak mengikuti langsung dialog yang memanaskan hati Bhatoegana itu. Namun dari penuturannya kepada media, Bhatoegana mengatakan terbakar oleh fitnah yang diutarakan Adhie Masardi (AM) kepada Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono-red)," katanya, dalam pernyataannya, Ahad (2/12).
Dikatakannya, AM mengatakan bahwa SBY mendapat gelar dari Ratu Inggris karena barter dengan LNG Tangguh. BP Migas dibubarkan disebut juga oleh AM sebagai bukti kalau SBY melindungi koruptor. "Kalau pernyataan-pernyataan AM benar seperti itu, adalah sebuah perbuatan gegabah yang sepantasnya dimintakan pertanggungjawabannya."
Persoalannya sekarang, lanjut Heru, sosok seperti AM ini terbiasa untuk berani mempertanggungjawabkan perkataannya atau tidak. "Apakah AM tidak sebaiknya bertanya mengapa, kepada siapa saja yang dulu membentuk dan menyetujui melahirkan BP Migas? Apakah SBY yang minta-minta gelar kepada Ratu Inggris? Karena inisiatif pemberian gelar itu pasti berasal dari Ratu Inggris, coba AM tanya ke Ratu Inggris, mengapa memberi gelar untuk Presiden RI."
Menurutnya, langkah tersebut jauh lebih ksatria daripada bicara menuduh tanpa bisa dibuktikan. Sutan Bhatoegana dengan segala khilafnya karena terbakar emosional berani meminta maaf kepada keluarga Presiden Abdurahman Wahid. Hal itu, kata dia, sebuah tindakan kesatria.
"Kita tunggu sikap ksatria AM. Karena salah satu ciri kesatria adalah berbicara dan bersikap dengan jujur. Indonesia tidak membutuhkan komponen bangsa yang hanya mengumbar permusuhan di antara anak bangsa. Drama ini adalah tambahan pendidikan berpolitik yang baik," kata Heru.