REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO --- Presiden Mesir Muhammad Mursi mengumumkan kesiapan negara menggelar referendum nasional. Referendum menuntut partisipasi masyarakat untuk menerima atau menolak konstitusi baru yang menuai kontroversi selama sepakan di Mesir.
Mursi menjadwalkan 15 Desember sebagai penentuan tersebut. Mursi telah menerima draft rancangan Undang Undang Dasar baru bagi negara saat Sabtu (1/12). Dia memuji kinerja Majelis Konstitusi yang merampungkan dasar hukum baru pascarevolusi 2011 lalu.
"Pekerjaan ini tidak dapat disepelekan," Mursi mengatakan demikian di sidang Majelis Konstitusi, Sabtu (1/12), seperti dilansir kanal berita Aljazeera, Ahad (2/12).
Presiden menghendaki suara masyarakat adalah jawaban konkrit atas keberlakukan konstitusi tersebut. "Siapapun akan memandang bagaimana kita (Mesir) membangun institusi dan menata sistem demokrasi," Mursi menambahkan, seperti mengutip BBC, di hari yang sama.
Hasil referendum akan menentukan negara tersebut membentuk parlemen baru, dalam waktu 60 hari setelah konstitusi resmi diundangkan. Majelis Konstitusi merampungkan 234 pasal baru dalam UUD baru Mesir, Jumat (30/11).
Disepakati oleh 85 dari seratus anggota majelis yang hadir. 15 anggota oposisi perwakilan Partai Liberal dan Kristen Koptik mundur dan menolak berpartisipasi mengesahkan draft tersebut.
Oposisi menolak hadir lantaran dominasi hukum syariah yang dominan dalam rancangan tersebut. Beberapa pasal menurut mereka tidak sesuai dengan dinamika dan keragaman masyarakat Mesir.
Konstitusi baru juga memicu protes besar di Kairo dan mengatakan Ikhwanul Muslimin telah mulai merongrong negara tersebut.Beberapa pasal menjadi perdabatan serius antara anggota majelis saat perumusan.