REPUBLIKA.CO.ID, Palestina berencana meminta Dewan Keamanan PBB untuk mendesak Israel membekukan proyek pemukimannya. Pemimpin Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas dan penasihatnya memutuskan mengambil langkah itu, Selasa (4/11).
Konstruksi yang bakal dibangun di atas lahan hasil pencaplokan perang dan di sekitar Yerusalem, ujar asisten Abbas, hanya akan menghancurkan harapan mendirikan negara Palestina. Kemarahan internasional terhadap rencana itu pun mulai kuat.
Israel mengumumkan rencana baru begitu PBB mengakui negara Palestina di Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem Timur--yang dikuasai Israel dalam perang 1967--sebagai pemantau non anggota.
Dalam rencana itu terdapat 3 ribu unit perumahan untuk Yahudi di Tepi Barat, Yerusalem Timur dan juga persiapan pembangunan di dekat Yerusalem, dikenal sebagai area E1.
"Rencana Israel di kawasan Yerusalem dan area dekat Tepi Barat" adalah yang paling berbahaya dalam sejarah ekspansi perumahan dan apartheid," ujar Abbas dan petinggi PLO sekaligus gerakan Fatah dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan Selasa malam.
Palestina pun segera meminta DK PBB mengeluarkan resolusi untuk menghentikan pembangunan perumahan Israel, terlepas upaya serupa sebelumnya pada awal 2011 kandas akibat veto AS.
Palestina menegaskan E1 dan Givat Hamatos terutama sangat bermasalah karena lahan itu memotong sisi timur Yerusalem---kawasan yang diinginkan Palestina sebagai ibu kota---dari bagian Tepi Barat keseluruhan.
"Rencana Israel membangun perumahan baru di Givat Hamatos tak memberikan peluang proses perdamaian,"ujar Saab Erekat.
Abbas kepada Israel TV juga berkata. "Selesai Sudah bila dua perumahan ini dibangun."
"Jangan bicara soal perdamaian, jangan bicara soal solusi dua negara, bicara saja tentang satu negara antara Sungai Yordania dan Mediterania," ujar Erekat, mengacu pada lahan yang diharapkan komunitas internasional suatu hari mengakomodasi Israel dan Palestina.