REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG--Pakar manajemen Rhenald Kasali menilai kebiasaan menghafal dalam pembelajaran di sekolah cenderung membuat anak bangsa menjadi tak kreatif dan tidak mau berpikir.
"Apa-apa harus dihafalkan, seperti ilmu sejarah, dan sebagainya. Dari mana mau mengajak orang untuk berpikir kalau seperti ini? Semuanya disuruh untuk menghafalkan," katanya di Semarang, Kamis (6/11).
Pandangan tersebut diungkapkannya di sela "Conference in Business, Accounting, and Management (CBAM) 2012 yang diselenggarakan Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang.
Bahkan, kata Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) tersebut, hingga pelajaran menggambar di taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar (SD) pun dikonsep untuk menghafalkan.
"Sekarang coba lihat pelajaran menggambar di TK dan SD, misalnya pemandangan. Semua siswa hampir pasti menggambar pemandangan berupa dua gunung, kemudian di tengahnya matahari," katanya. Padahal, imbuhnya, pelajaran menggambar sangat membutuhkan kreativitas dalam berkarya.
Demikian halnya dengan perkuliahan, kata dia, mahasiswa kerap diberikan tugas oleh dosennya untuk meringkas makalah, atau dosen membaca suatu materi kemudian disampaikan kepada mahasiswanya.
Pada akhirnya, ia mengatakan bahwa orang yang mau berpikir sekarang ini sepertinya hanya orang yang tersesat di jalan, sebab dengan tersesat mereka menjadi berpikir untuk menemukan jalan.
Karena itu, kata Rhenald, pendidikan di Indonesia ke depan harus dirancang untuk membuat peserta didik berpikir secara kreatif, dengan mendorong mereka memutar otak memecahkan suatu persoalan.