REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan temuan pada putaran pertama, Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) menemukan beberapa titik rawan pada Pemilukada DKI putaran kedua nanti. Titik rawan tersebut terkait hak pilih, informasi pemilih, alat peraga, logistik, dan penggunaan isu bernuansa suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
"Kesalahan-kesalahan pada putaran pertama kami khawatirkan diulangi lagi pada putaran kedua nanti. Hasil pantauan kami, tidak ada upaya berarti yang dilakukan KPU DKI ataupun Panwaslu untuk memperbaiki kesalahan pada putaran pertama kemarin," ungkap Manajer Pemantauan JPPR, Masykurudin Hafidz, di Jakarta, Sabtu (8/9).
Hak pilih, dijelaskan Masykurudin, merupakan masalah yang sangat penting untuk dipantau. Sebab, pada putaran pertama, hasil temuan JPPR menunjukkan rata-rata di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) terdapat satu hingga lima warga yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Selain itu, kartu undangan dan kartu pemilih dibagikan pada menit terakhir pada hari pencoblosan.
Permasalahan yang sama, menurut Masykurudin, bukan tidak mungkin terulang lagi. Meskipun telah mengumpulkan 34.603 DPT tambahan khusus, KPU DKI tidak mencetak kartu pemilih bagi mereka.
"KPU DKI hanya bergantung pada kartu undangan, termasuk untuk korban kebakaran. Dan itu satu-satunya dijadikan dasar untuk memilih. Jika tidak tersebar merata dan ditahan petugas, maka banyak yang akan kehilangan hak pilih," ujar dia mengakhiri.