REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Banyaknya partai politik (parpol) yang mendukung pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara) ternyata tidak dapat berbicara banyak pada Pemilukada DKI Jakarta putaran kedua, Kamis (20/9). Justru sebaliknya, pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahja Purnama (Jokowi-Ahok) malah memenangi pertarungan, walaupun masih bersifat sementara.
Kemenangan Jokowi-Ahok itulah yang memerikan bukti, jika faktor figur lebih 'bernilai' ketimbang banyaknya parpol. "Kemenangan Jokowi adalah karena kemampuannya dalam memainkan opini publik. Ini membuktikan kekuatan figur lebih berperan di banding dengan kerja-kerja partai, karena memang pilgub itu pemilihan figur, bukan partai," kata pengamat Komunikasi Politik Universitas Hasanuddin Dr Hasrullah.
Pendapat itu disampaikan dia dalam dialog politik bertajuk 'Fenomena Incumbent Tumbang' yang digelar Forum Simpul Madani di Makassar, Jumat (21/9). Jokowi, dinilai dia, merupakan sosok yang egaliter dengan kesederhanaannya, seperti makan di warung Tegal (Warteg), naik angkutan umum bersama warga, bahkan berboncengan naik ojek.
"Bandingkan dengan incumben yang lebih sering tampil formalistik, protokoler serta simbol-simbol kekuasaan lainnya," kata Hasrullah.
Tidak hanya sampai disitu, kemenangan Jokowi atas Fauzi Bowo yang saat ini masih menjabat Gubernur DKI Jakarta sekali lagi menegaskan bahwa kekalahan incumbent bukanlah mitos. "Lima tahun lalu Pak Amin Syam (Gubernur Sulsel 2003-2008) selaku incumben juga kalah," tutur Hasrullah.