Senin 10 Dec 2012 19:14 WIB

Sertifikat Halal Bisa Dorong Promosi

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Djibril Muhammad
Produk berlabel halal MUI  (ilustrasi)
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Produk berlabel halal MUI (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang Undang (RUU) Jaminan produk halal diharapkan dapat mendorong peningkatan perdagangan Indonesia. Dirjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen, Kementrian Perdagangan (Kemendag), Nus Nuzulia Ishak mengatakan pelaku usaha bisa termotivasi untuk melakukan sertifikasi halal atas produknya.

"Sertifikasi halal ini juga merupakan instrumen promosi bagi pelaku usaha dalam memperdagangkan produknya apalagi di Indonesia jumlah penduduk Muslimnya besar dan kesadaran untuk membeli produk halal sudah semakin meningkat," ujar Nus kepada Republika, Senin (10/12).

Selain itu, kata Nus, konsumen di negara tujuan ekspor juga sudah banyak yang mempersyaratkan adanya tanda halal pada produk. Ia mengatakan dalam perdagangan internasional, produk Indonesia yang bertanda halal lebih meningkatkan daya saingnya. Terutama bila dipasarkan ke negara-negara muslim maupun segmen pasar muslim.

Nus menjelaskan, pemerintah sudah mulai mengupayakan pelaku usaha, khususnya UKM untuk dapat menerapkan sertifikasi halal terhadap produknya sesuai prinsip pembinaan. Beberapa pelaku usaha khawatir sertifikasi halal akan menyulitkan UKM karena menambah biaya.

Meskipun ada upaya bantuan dari pemerintah, Nus meminta pelaku usaha bisa berpartisipasi aktif menjaga konsistensi produknya agar memenuhi ketentuan halal. Ia mengingatkan, berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, seluruh daging (asal ternak maupun unggas) yang beredar di Indonesia harus halal. Dengan demikian hal ini dapat mendukung pelaksanaan pengaturan dalam RUU JPH.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement