REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN--Sedikitnya 13 warga yang menempati rumah dinas dan lahan milik PT KAI di museum Kereta Api Ambarawa di lingkungan Temenggungan, Kecamatan Ambarawa, meminta penundaan eksekusi hingga enam bulan.
Selain itu, mereka juga meminta kepada pihak PT KAI mengucurkan tali asih dan bantuan usaha di sekitar museum kereta api.
Salah seorang warga yang bakal tereksekusi, Amin Sujadi mengaku keberatan jika mereka diharuskan mengosongkan rumah dinas dan toko dan kios di arreal museum kereta api pada Sabtu (15/12) mendatang.
Ditemui di rumahnya, Selasa (11/12), Amin mengaku PT KAI sudah melakukan sosialisasi tentang perluasan museum yang bakal menggunakan lahan yang saat ini ditempati warga.
PT KAI meminta empat kepala keluarga yang menempati rumah dinas dan sembilan kios sekaligus tempat tinggal di lahan PT KAI untuk segera mengosongkan pada 15 Desember 2012 mendatang.
“Kami tidak keberatan lahan itu digunakan karena memang milik PT KAI. Tetapi PT KAI juga harus mempertimbangkan norma kemanusiaan dan kepatutan. Untuk itu kami meminta pembongkaran bangunan ditunda paling cepat enam bulan,” ujarnya.
Karena, jelasnya, mereka harus mencari lahan atau rumah pengganti. Amin sebagai tokoh masyakat dan juga salah satu yang terkena dampak penggusuran itu meminta uang pengganti diberikan sebelum dilakukan pembongkaran.
Pasalnya uang tersebut bisa digunakan untuk biaya kontrak rumah bagi warga yang tidak mampu. Bagi warga yang mampu, tentu tidak jadi soal. Tetapi bagi warga tidak mampu sudah pasti akan membutuhkan uang itu untuk mencari kontrakan baru.
Ia juga menegaskan, dalam surat yang akan disampaikan warga kepada PT KAI dalam waktu dekat ini, sedikitnya ada empat poin tuntutan. Yakni meliputi penundaan eksekusi, uang pengganti yang sesuai standar, tuntutan ruang usaha dan tidak ada intimidasi yang menimbulkan keresahan.
“Kenapa kita juga meminta uang pengganti, karena kita menempati lahan tersebut --dari dulu-- juga membayar. Setiap tahun kita juga membayar uang yang ditarik dari petugas PT KAI,” jelas Amin.