Rabu 12 Dec 2012 23:35 WIB

FPP: Jangan Pandang RUU Anti-Miras Semata Kepentingan Islam

Rep: Agus Raharjo/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Minuman Beralkohol (Ilustrasi)
Minuman Beralkohol (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Usulan RUU  Anti Minuman Beralkohol, menurut Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) jangan disalah-artikan sebagai keinginan dan kepentingan sebagian umat Islam semata. Sekretaris Fraksi PPP Muhammad Arwani Thomafi menyatakan tuntutan dibentuknya UU tentang Larangan Minuman Beralkohol lebih dikarenakan bahaya minuman keras dalam kehidupan manusia.

Tak hanya itu, pembangunan nasional juga memiliki visi untuk peningkatkan mutu  sumber  daya manusia dan  lingkungan  yang  saling  mendukung dengan pendekatan paradigma sehat.

Sehingga untuk mencapai hal tersebut, diperlukan pengaturan tentang pengendalian dampak minuman keras terhadap kesehatan.

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Keputusan Presiden No. 3 tahun 1997 tentang pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol untuk menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban kehidupan masyarakat Indonesia.

Namun, menurut klaim Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam melakukan penegakan hukum dan pengawasan minuman beralkohol di Indonesia masih ditemukan beberapa penyimpangan.

Beberapa contoh pelanggaran yakni masih banyak minuman beralkohol tidak terdaftar di Badan POM dan tidak memenuhi persyaratan label. Kemudian, beberapa produk tidak memiliki izin produksi atau distribusi dari instansi yang berwenang. Selain itu masih banyak minuman beralkohol tidak melalui proses fermentasi dan penyulingan.

"Banyak juga yang tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan, seperti kadar Etanol atau alkohol tidak sesuai golongan. Atau kadar metanol melebihi batas yang disyaratkan," ujar Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Pangan BPOM, Suratmono.

Selain masalah Produksi, Suratmono mengatakan bahwa pemerintah juga telah mengatur masalah peredaran dan penjualan minuman beralkohol dalam pasal 5 Keppres No. 3 tahun 1997. "Minuman beralkohol dilarang diedarkan di tempat-tempat umum kecuali hotel, bar, restoran dan tempat tertentu lain yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan khusus di DKI Jakarta penetapan oleh Gubernur," kata Suratmono.

Sementara itu, dalam peraturan pemerintah No 69 tahun 1999 tentang label dan Iklan Pangan pasal 58 ayat 1 menyatakan bahwa setiap orang dilarang mengiklankan minuman beralkohol dalam media massa apapun.

BPOM sendiri, dikatakan Suratmono, tidak mengontrol atau mengawasi konsumsi mayarakat terhadap minuman beralkohol. BPOM hanya mengontrol dan mengawasi terhadap produk pangan, termasuk minuman beralkohol dalam hal ini dari segi keamanan dan mutu produk minuman beralkohol tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement