REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pembahasan RUU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme sangat penting sebagai syarat kelayakan dalam melakukan transaksi keuangan internasional. Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Agus Martowardojo.
"Kalau kita tidak memiliki UU ini pada saat dilakukan review pada 2013, maka akan menurunkan standar kelayakan bertransaksi kita," ujarnya di Jakarta, Rabu (12/12). Menkeu menjelaskan, Indonesia merupakan salah satu dari dua negara anggota G20 yang belum memiliki aturan terkait pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme.
Padahal, dengan ketiadaan aturan tersebut maka "Financial Action Task Force" yang diakui G20, dapat memberikan penilaian "non cooperative juridiction country" kepada Indonesia.
"Di negara G20 semua punya UU pencegahan dan pemberantasan pembiayaan terorisme. Kalau kita tidak punya, dan diturunkan, kita bisa disamakan dengan negara yang dianggap tidak layak bertransaksi internasional," ujarnya.
Menurut dia, hal tersebut sangat disayangkan karena tingkat perekonomian nasional saat ini sedang baik dan Indonesia masih mendapatkan kepercayaan dunia internasional berupa peringkat layak investasi.
"Ini semua bisa terpengaruh, kalau tidak direspon. Dan jangan sampai perekonomian kita dalam bahaya," ujar Menkeu. Menkeu juga mengingatkan pentingnya pembahasan RUU Jaring Pengaman sistem Keuangan (JPSK) sebagai protokol dalam mengantisipasi datangnya krisis.
Menurut dia, penyelesaian RUU ini lebih penting daripada RUU Redenominasi yang saat ini telah diajukan kepada Badan Legislatif untuk segera dilakukan pembahasan. "Kalau dibandingkan dengan RUU Redenominasi, RUU JPSK lebih prioritas," katanya.