Kamis 13 Dec 2012 13:54 WIB

Dampak Lambannya Kontrak Gas East Natuna

Rep: Sefti Oktarianisa/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah lamban dalam memutuskan persetujuan kontrak kerja sama pengembangan Blok East Natuna, Kepulauan Riau. Akibatnya, akan berdampak buruk gas di blok tersebut, seperti bakal ditinggalkan pembeli.

Selain itu, menurut pengamat energi dari Reforminer Institute Komaidi Notonegoro ada konsekuensi yang harus pemerintah tanggung ketika memperlambat kontrak East Natuna. "Pemerintah tak akan cepat mendapat tambahan penerimaan negara," jelasnya di Jakarta, Kamis (13/12).

Ia menuturkan tambahan pasokan gas domestik juga tak akan bisa segera dirasakan konsumen di Tanah Air. Padahal permintaan akan gas bumi tiap tahunnya terus meningkat.

Pertamina ditunjuk sebagai pengelola Blok East Natuna sejak 2008 lalu. Pertamina mengajak tiga perusahaan yakni Esso NatunaLimited anak usaha ExxonMobil, Total E&P Activities Petrolieres dan mitra asal Thailand, PTT Exploration and Production Public Company Limited (PTTEP) untuk membentuk konsorsium pengembangan gas blok ini.

Prinsip perjanjian (principle of agreement/POA) konsorsium ditandatangani 2011 lalu. POA ini sendiri seharusnya berakhir 10 Desember 2012 ini. Namun hingga saat ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan belum bisa menyelesaikan PSC kontrak East Natuna. Pembahasan insentif yang mandek di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjadi penyebab.

Sebelumnya, Menkeu Agus Martowardojo menegaskan insentif masih dalam tahap finalisasi. Ia menuturkan kesepakatan masih harus dibuat antara Kementerian ESDM dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement