REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Barat, Ono Surono, meminta agar kasus rusaknya kapal-kapal bantuan pemerintah untuk nelayan, tidak terulang lagi. Dengan demikian, pemberian bantuan kapal tersebut benar-benar dapat dirasakan manfaatnya oleh nelayan untuk meningkatkan produksi ikan.
‘’Bantuan kapal harus sesuai dengan spesifikasi dan kebutuhan nelayan,’’ tegas Ono, saat dimintai tanggapannya mengenai bantuan kapal yang diberikan DKP Jabar untuk nelayan di sejumlah kabupaten/kota di Jabar, Kamis (13/12).
Ono mengaku sangat tidak mengharapkan program pemberian bantuan kapal kali ini sama seperti kejadian pada 2011 lalu. Kala itu, dari 14 unit kapal berukuran 30 GT yang diberikan oleh pemerintah, ternyata mayoritas rusak, sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh nelayan.
Ono menyebutkan, kapal yang rusak dan tidak berfungsi secara maksimal itu, contohnya seperti yang diberikan untuk KUB di Indramayu. Dari enam unit kapal untuk KUB di Indamayu, hanya satu unit kapal yang berjalan, yakni kapal milik KUB Randu Sari.
Namun, kapal milik KUB Randu Sari pun bisa berjalan setelah diadakan perbaikan dengan merubah konstruksi palka ikan (memberikan poliuretane). Perbaikan itu dilakukan karena kondisi palka ikan tidak bisa mempertahankan kualitas ikan, sehingga ikan menjadi busuk dan tidak laku dijual.
Sedangkan untuk lima kapal lain yang ada di Desa Karangsong, Kecamatan Indramayu dan Desa Eretan Kulon, Kecamatan Kandanghaur, tak bisa berfungsi. Berdasarkan informasi yang diterimanya dari para pengurus KUB, kapal-kapal tersebut tidak layak untuk dioperasikan dan KUB tidak mampu melengkapi peralatan untuk operasional kapal tersebut. ‘’Hal itu tidak hanya terjadi di Indramayu,’’ ujar Ono.
Ono menambahkan, dua unit kapal untuk Koperasi/KUB di Kabupaten Subang pun hampir mengalami kecelakaan di laut setelah pecah terhantam ombak. Untuk bisa selamat, para nelayan yang sedang mengoperasikan kapal tersebut segera mendaratkan kapalnya.
Untuk melakukan perbaikan kapal tersebut, terang Ono, pengelola KUB terpaksa mengeluarkan biaya sebesar Rp 20 juta. Setelah diperiksa, ternyata pecahnya kapal yang dihantam gelombang itu terjadi akibat spesifikasi konstruksi dan material kapal tidak sesuai dengan spesifikasi dalam dokumen proyek. ‘’Kondisi ini sangat membahayakan nyawa nelayan yang mengoperasikan kapal tersebut,’’ tegas Ono.