REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi, Heru Lelono, mengatakan rencana pembatasan dengan penerapan jadwal operasional kendaraan pribadi berdasarkan pelat nomor ganjil dan genap harus dipikirkan dengan matang sehingga penerapannya bisa efektif dan tidak menimbulkan masalah baru.
"Sebaiknya dipikirkan dengan matang mungkin agak panjang asal bermanfaat dan menyelesaikan masalah dalam jangka panjang pula," katanya, Sabtu (15/12).
Ia mengatakan untuk sebagian besar masyarakat ibu kota, penerapan kebijakan tersebut tanpa dipastikan kesiapan sektor lainnya justru akan menjadi masalah baru, termasuk dorongan untuk membuat nomor palsu.
"Bagi warga yang memiliki dua mobil atau dengan nomor genap dan ganjil mungkin tidak menjadi masalah. Bagi yang sudah terlanjur punya dua mobil kebetulan dua-duanya ganjil mulai jadi masalah. Apalagi yang hanya berkesempatan 'nyicil' satu mobil, kebetulan nomornya ganjil, lebih masalah lagi," katanya.
Ia mengatakan Gubernur Joko Widodo beserta jajarannya harus bisa memastikan kesiapan infrastruktur dan kapasitas daya tampung serta pelayanan angkutan umum di seluruh lini saat kebijakan itu diterapkan.
"Pertanyaannya sudah ada dan layakkah kendaraan umum di DKI? Jangan-jangan malah mendorong masyarakat memakai nomor palsu. Pemprov DKI Jakarta sangat rajin mendorong pengembangan lingkungan perumahan di daerah pinggir luar DKI. Namun apakah seimbang dengan penyiapan layanan angkutan umum yang layak?," katanya.
Oleh karena itu, kata Heru, Pemprov DKI harus bekerja lebih keras memastikan kesiapan angkutan umum di Jakarta yang hingga saat ini masih jauh dari kenyamanan dan ketepatan waktu.
"Pemprov DKI boleh saja membatasi hak masyarakat untuk menggunakan miliknya sendiri yang dibeli dari uangnya sendiri, namun kewajibannya untuk menyiapkan layanan kebutuhan masyarakat sebaiknya dipenuhi dahulu. Membuat kebijakan yang radikal kadang-kadang perlu, namun bila berkaitan dengan pelayanan jangan selalu masyarakat yang dikalahkan," kata Heru.