Sabtu 15 Dec 2012 14:15 WIB

Muslim Jerman Tolak Kehadiran Neo-Nazi

Rep: Agung Sasongko/ Red: Heri Ruslan
Muslim Jerman (ilustrasi)
Foto: weaselzippers.us
Muslim Jerman (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Dewan Koordinasi Muslim Jerman (KRM) meminta pemerintah untuk "denazifikasi" kelompok sayap kanan sebagai konsekuensi dari kegagalan pemerintah mendeteksi gerakan kelompok tersebut.

"Mereka yang membunuh umat Islam saat ini, dan akan kembali membunuh ketika mereka menjadi pemimpin," ucap Juru Bicara KRM, Erol Purlu, seperti dikutip onislam.net, Sabtu (15/14).

KRM juga menyoroti kegagalan pemerintah soal sel teroris yang dibuat oleh Organisasi Underground Sosialis Nasional (NSU). Oleh KRM, pemerintah dinilai hanya beruntung menemukannya pada tahun 2011.

Tak lama setelah temuan sel teroris itu, KRM melakukan penyelidikan. Dari hasil penyelidikan, KRM mencatat setidaknya ada sembilan imigran, delapan imigran asal Turki dan Yunani, serta seorang polisi wanita yang dibunuh pada tahun 2000.

Senjata pembunuhan itu kemudian ditemukan di sebuah rumah di Zwickau. Temuan lainnya, terdapat dvd grafis yang dipersiapkan untuk dikirimkan ke media massa dan organisasi Islam.

"Kondisi ini jelas akibat dari pandangan yang salah tentang Islam dan stigmasisasi kalangan Muslim," demikian pernyataan resmi KRM.

Organisasi Islam Jerman lainnya,  Dewan Pusat Muslim Jerman (CCM) meminta pemerintah melarang setiap aktivitas Partai Nasional Demokrat (NPD) yang diketahui termasuk kelompok pendukung Neo-Nazi.

"Saya khawatir tentang rasisme yang tumbuh di masyarakat Jerman. Karena itu, kami menyerukan pemerintah untuk bekerja sama dengan organisasi-organisasi Islam guna mencegah perkembangan itu," kata Ketua CCM, Aiman Mazyek.

Sebelumnya, sekitar 16 pemimpin negara bagian Jerman, awal bulan ini mendukung larangan itu. Sempat ada upaya untuk melarang NPD pada tahun 2003. Namun, usaha itu gagal. Saat ini, NPD memiliki dua kursi di majelis regional.

Dengan demikian, secara otomatis, NPD mendapatkan dana sekitar 1.06 juta euro dari pembayaran pajak.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement