REPUBLIKA.CO.ID, Karya-karyanya adalah simbol romantisme. Bukti kemampuan shahabiyah untuk menggubah karya sastra yang berkualitas.
Medieval Islamic Civilization an Encyclopedia memasukkan namanya ke salah satu tokoh perempuan berpengaruh di bidang sastra pada era pertama peradaban Islam.
Ia menyusun lebih dari 50 puisi pendek. Sebagian besar sajak dan puisi itu berisikan pujian. Ia tujukan untuk sang pujaan hati.
Tiap kata yang disusun sarat dengan romantisme. Indah, membalut apik luapan hati untuk sang kekasih. Di saat ruang gerak perempuan sangat terbatas kala itu, gubahan syairnya mampu menerobos ruang dan waktu.
Publik pun terpesona dengan karya-karyanya. Kemampuannya disebut-sebut berada satu level di bawah Khansa’, sang pujangga.
Ia adalah Laila al-Akhyaliyyah. Sahabat perempuan (shahabiyah) ini memang mahir mengarang puisi. Ia berasal dari Bani Amir. Konon, selain tersohor sebagai salah satu suku yang terlibat dalam peperangan membela Islam, kabilah tersebut terkenal romantis.
Cinta bersemi
Laila banyak menghabiskan masa kecil bersama sepupunya, Taubah bin al-Hamir. Kedekatan ini menumbuhkan benih cinta antara keduanya. Taubah adalah sosok pemberani, berbudi pekerti luhur, dan pandai berbahasa.
Empati yang berujung pada rasa cinta itu berlanjut hingga keduanya dewasa. Taubah adalah pujaan hatinya. Pujian pun ditulis untuk Taubah:
Pemuda yang terus bertambah kebaikannya sejak kecil
Hingga ia tumbuh sebagai pemuda idaman
Keintiman itu semakin kuat. Kisah tentang cinta terlarang keduanya pun menyebar. Sang ayah tidak merestui hubungan itu. Akhirnya, Laila dijodohkan dengan Abu al-Adzla’.
Meski sudah menikah, ayahnya memberi kesempatan kepada keponakannya tersebut untuk bersilaturahim hingga akhir hayat Taubah. Cinta keduanya pun tak ditakdirkan untuk bersatu.